Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2020

Menunggu Takdir Majalah Playboy Indonesia

MAJALAH   Playboy Indonesia  mulai dijual bulan April 2006 dengan memampangkan model-model yang berpakaian minim, tapi tidak ada gambar telanjang. Sontak, penerbitan majalah ini mengundang gelombang unjukrasa selama beberapa pekan. Mereka umumnya merisaukan dampak penerbitan Playboy Indonesia terhadap moral bangsa khususnya generasi muda.  Resistensi atas terbitnya Playboy Indonesia berujung di pengadilan. Buntutnya Pemred Playboy Indonesia Erwin Arnada kini harus bolak-balik masuk Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai terdakwa.  Erwin Arnada dituduh menyiarkan gambar-gambar yang melanggar unsur kesopanan dan dilihat orang banyak dan kejahatan tersebut dijadikan suatu pekerjaan.  Dasar dakwaan, Erwin Arnada pada Februari 2006 memimpin rapat redaksi dan menentukan model-model yang akan ditampilkan pada edisi April (Andhara Early dan Kartika Oktaviani) serta edisi Juni (Xochiti Pricilla dan Joanna Alexandra).  Erwin Arnada didakwa melanggar KUHP Pasal 282 ayat 1:  "Barang siapa

Mengkritik DPR itu berat, Dilan!

Ilustrasi: Hafiz HARI ini 29 Agustus 2018 DPR ulang tahun ke-73. Lucunya, ulang tahun tidak dimeriahkan dengan puja dan puji serta sanjungan yang menjilat sampai licin, malah sengaja mengundang para pengkritik DPR datang ke Senayan.  Bahkan mereka bebas mengkritik Fadli Zon dan Fahri Hamzah secara pribadi malah sampai menyumpahi DPR dan tidak takut dibui lewat lomba stand up comedy, meme dan juga esai kritis. Sumpah, sebenarnya tidak ada gunanya juga mengkritik DPR. Sampai 'lebaran kalajengking' pun tak ada yang mampu mengkritik lembaga wakil rakyat karena DPR itu anomali atawa unik. Kalau mengkritik pemerintah, gampang. Apapun yang salah dalam pemerintahan gampang nudingnya. Tinggal salahin saja Jokowi. Gampang kan? Karena menteri-menteri di sekeliling Presiden Jokowi adalah orang-orang yang mengabdikan dirinya sebagai pembantu. Menteri bertanggung jawab kepada presiden dan bila anak buahnya tak mampu tinggal dipecat. Citra Jokowi tetap baik. Sementara DPR itu sangat berlainan

Bandit ekonomi berkongsi dengan komprador lokal

RESTORAN mewah Hotel Intercontinental Indonesia di pusat Jakarta sangat tenang dan remang, sekira awal tahun 70-an. Seorang pria muda bersidekap dan menatap sejumlah dokumen yang berserakan di meja. Sekali-kali menatap wajah manajer proyek yang tengah memberikan arahan untuk sebuah misi khusus. Usianya masih 26 tahun, berasal dari keluarga miskin. Dengan status sosial itu, John Perkins, nama pria berambut keriting ini, mengaku sangat minder dengan perempuan. Sifat memberontak yang ingin terbebas dari nestapa hidup membuat Perkins lolos tes psikologi dengan sempurna dan kelak berhasil mengobrak-abrik negara besar sekelas Indonesia. "...aku sudah siap memperkosa Asia. Usiaku dua puluh enam tahun dan merasa diperdaya oleh kehidupan. Aku ingin balas dendam," teriak Perkins penuh amarah. "Indonesia akan menjadi korban pertama saya..." Dalam buku Pengakuan Bandit Ekonomi (Ufuk Publishing House, 2007), Perkins sangat bangga menyandang status sebagai bandit ekonomi. Tugasn

Kerumunan cebong dan gerombolan kadrun dalam kolam hiperealitas

 Karikatur: Jabarnews SAYA , awalnya termasuk yang tidak yakin para saudagar China kelompok yang kena imbas daya beli masyarakat yang terus merosot, kendati untuk soal ini Presiden Jokowi membantahnya dengan argumen statistiknya. Karena yang berteriak lantang Fadli Zon, dari partai yang selalu dianggap susah move on, apa saja yang dikemukakan wakil ketua DPR tersebut diangggap hoaks atau noise. Rupanya Pak Presiden tidak percaya ruko-ruko di Mangga Dua yang pernah jaya pada masanya, kini tanpa penghuni dan minim aktivitas. Dan mungkin sebentar lagi menjadi tempat syuting film horor, atau tempat uji nyali dunia lain. Kendati saya pun dulu ke Mangga Dua bukan membeli barang elektronika melainkan berburu film-film yang dibintangi Asia Carrera, Tera Patrick atau Chanel Preston (maaf hanya orang pada masanya yang tahu). Kawasan perniagaan yang melegenda itu menjadi kesepian bukan lantaran dijarah seperti tahun 97/98 melainkan sepi pengunjung dan pembeli. Sungguh tragis. Saya juga merasa her

Sukarno dan semir alis

Foto: Yayat R Cipasang PRESIDEN Sukarno adalah pemimpin kaliber dunia yang sadar penampilan. Bung Karno selalu berpendapat penampilan juga menunjukkan wibawa sebuah negara. Karena itu hal-hal kecil pun menjadi perhatiannya, termasuk soal alis. Nah, soal alis ini dalam sebuah kesempatan Bung Karno sempat meminta istrinya, Yurike Sanger, untuk menyemir alisnya yang sudah beruban. Permintaan Bung Karno itu dianggap aneh oleh Yurike. Permintaan pada Selasa pagi tanggal 3 Agustus 1965 ini diakui Yurike sempat membuatnya kaget. Aneh. Dan tidak menyangka. Persoalan alis ini menjadi perbincangan serius antara Yurike dan Bung Karno pagi itu dan digambarkan sangat humanis dalam buku Percintaan Bung Karno dengan Anak SMA (Kadjat Adra'i, Komunitas Bambu, 2010). "Alis disemir? Apa saya nggak salah denger, Mas?" tanya Yurike dengan panggilan sayangnya Mas.  Panggilan itu juga yang diminta Bung Karno dari istri yang pertama kali ditaksirnya saat masih usia sekolah menengah pertama. &qu

Pajar, cerita seorang China yang gelisah

Foto: Catatan Iseng SIANG itu sebenarnya saya tidak hendak turun di Stasiun Dukuh Atas atau nama resminya kiwari Stasiun Sudirman. Entah apa yang membuat sebuah kekuatan membetot saya untuk mampir dan sandar di kursi tunggu lantai atas stasiun sibuk dan bising itu. Saya juga heran. Rupanya, keheranan saya baru terjawab ketika rehat sejenak dan membanting pungggung ke kursi panjang untuk sekadar meluruskan kaki yang ngilu setelah berdiri 45 menit dari Depok Lama. "Bang, kalau saya mau ke Bentara Budaya saya transit di mana ya?" tanya seseorang di samping yang awalnya khusyuk baca buku bersampul kuning. Saya tatap wajahnya. Senyumnya yang mengembang membuat matanya tambah sipit. "Nanti transit di Stasiun Tanah Abang dan nanti turun di Stasiun Palmerah," saya membalas senyumnya. "Nanti jalan sekitar 300 meter, Bentara Budaya ada di Kompleks Kompas-Gramedia." "Abang penulis ya?" Saya lagi-lagi dibuat tak bisa langsung menjawab. Kok dia bisa tahu, ba

Rudiantara atawa Mpok Minah?

Foto: Instagram KETIKA Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Rudiantara memutuskan memblokir sejumlah fitur di beberapa platform media sosial khususnya Facebook, Instagram dan WhatsApp, pikiran saya langsung melayang ke sosok Harmoko, sang menteri penerangan legendaris yang juga berkantor di gedung yang sama. Batin saya langsung berucap. Ehm, Orde Baru kembali! Zaman Orba lebih dikenal sebagai rezim pembredelan. Nah sekarang lebih dikenal sebagai era pemblokiran. Kalau zaman Orba institusi yang dibredel atau dibungkam adalah barang nyata (tangible) seperti koran, tabloid atau majalah. Hasilnya pun sangat nyata: media mati, tidak terbit dan karyawannya kocar-kacir kelayapan menyari pekerjaan baru atau berkompromi dengan rezim menyalin rupa dengan melahirkan media baru. Nah, di zaman internet sekarang yang dikenal era industri 4.0 dan era sosial 5.0, pemblokiran seheroik apapun tidak ada gunanya. Alias tidak efektif. Karena yang diblokir mirip hantu atau mungkin tuyul ataw

Rakyat Merdeka, Jawa Pos dan Berita Bohong

Foto: Shoppe.co.id “RAKYAT Merdeka Pecat Wartawan yang Membuat Berita Bohong.” Judul berita tersebut dimuat di situs www.rakyatmerdeka.com, edisi 22 Juni 2006.  Dalam berita itu disebutkan pimpinan Rakyat Merdeka telah memecat wartawannya yang berinisial BF. BF dipecat karena membuat berita bohong di harian milik Grup Jawa Pos itu. BF terbukti membuat berita bohong dalam headline berjudul “Aburizal: Saya Sibuk”, edisi Selasa 20 Juni 2006.   Kasus wartawan BF ini terungkap setelah redaksi menerima surat keberatan dari Sekretaris Kementerian Kesejahteraan Rakyat Soetedjo Yuwono. Surat bernomor B 1349/KMK/SES/VI/2006 itu membantah kehadiran wartawan Rakyat Merdeka di kantor Kementerian Kesra pada saat kejadian yang dimaksud.   Isu yang dimintai konfirmasi seputar lumpur panas PT Lapindo Brantas yang sebagian besar sahamnya milik keluarga Bakrie. Belakangan, BF seolah-olah mendapat berita hit and run (hasil cegatan) dan kemudian dibuat mejadi berita berjudul “Aburizal: Saya Sibuk”.  Sang

Gubernur Anies selamat dari jebakan Bogor

Foto: Facebook Anies MEREKA itu mengaku sebagai anak muda. Mereka juga mengaku sebagai tokoh muda. Sangat heroik dan nasionalis ketika mereka berkumpul untuk memperbincangkan masalah bangsa paling mutakhir dalam tajuk "Silaturahmi Bogor untuk Indonesia". Tidak ada yang salah. Upaya mereka untuk mendiskusikan masalah bangsa yang terbelah secara ekstreme menjadi dua kubu sangat bagus. Cuma, masalahnya jangan-jangan mereka yang berkumpul itu bagian dari masalah atau bahkan di kemudian hari bisa menciptakan masalah baru. Sebut saja mereka yang berkumpul di Bogor, Jawa Barat, yaitu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Gubernur Nusatenggara Barat Zulkieflimansyah, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany plus anak tokoh bangsa Agus Harimurti Yudhoyono dan Yenny Wahid. Publik sudah dapat merekam semua prestasi sekaligus

Ketika Negeri Tuan Guru heboh gegara calon senator 'Adobe Photoshop'

Foto: Liputan6.com NUSA Tenggara Barat (NTB) dalam Pemilu Serentak 2019 ini melahirkan sejumlah kejutan. Jokowi kalah telak di negeri tuan guru tidak terlalu mengejutkan karena sudah terlihat dari mula kampanye. Tetapi yang mengejutkan plus lucu ketika senator petahana dan juga tokoh nasional serta elite NTB kalah dan tergusur dari Senayan gara-gara teknologi perangkat lunak editor citra. Nggak percaya? Naam, awalnya saya juga tidak percaya. Tapi belakangan setelah saya baca pemberitaan di sejumlah media daring secara saksama, masuk akal juga. Saya pun tersenyum. Tersebutlah sang pembuat gaduh di tingkat lokal dan juga pembuat uring-uringan elite itu adalah Evi Apita Maya. Calon senator bernomor 26 itu mengalahkan mantan Pimpinan DPD RI cum purnawirawan jenderal polisi Farouk Muhammad. Evi menempati pamuncak dengan raihan 283.932 suara. Arkian, peristiwa menarik itu terungkap ketika saksi Farouk Muhammad mempermasalahkan Evi yang wajahnya biasa-biasa saja di alam nyata tetapi begitu m

Sketsa Iwan Simatupang raib dari Hotel Salak

Foto: Galeribukujakarta.com KEMARIN , saya mampir ke Hotel Salak, Kota Bogor. Hotel bintang empat yang berdampingan dengan kantor Wali Kota Bogor. Ketika menuju lobi, bagian hotel yang saya langsung pelototi adalah bagian depan resepsionis. Tapi ada yang hilang.  Dua tahun lalu saya masih menemukan sketsa hitam putih close up wajah sastrawan Iwan Simatupang. Kini tak ada lagi. "Mas, pernah melihat sketsa Iwan Simatupang di dinding? Kemana ya kok nggak ada lagi," tunjuk saya.  Resepsionis pria itu bingung. "Sketsa apa ya?" "Iwan Simatupang, sastrawan Indonesia yang pernah tinggal di sini selama dua tahun," saya berusaha menjelaskan. "Dua tahun...." Sang resepsionis semakin saya jelaskan malah tambah bingung. Mungkin, apa benar ada orang tinggal di hotel selama empat tahun, membaca pikiran dia. "Iwan Simatupang tinggal di Kamar 52 bersama anaknya setelah ditinggal istrinya meninggal dunia." Saya tidak perlu mendapat jawaban resepsionis ka

Skizofrenia, ketika bandit jadi pahlawan

Foto: elsam.or.id PENDIRI aplikasi pengawas Pemilu 2019 AyoJagaTPS, James Falahuddin berteriak di media sosial karena data pribadinya bocor ke publik setelah diumbar oleh sebuah akun Twitter. James menduga data pribadinya termasuk nama ibu kandungnya serta pemancar BTS terdekat dari rumahnya juga dipublikasikan. James menduga data pribadinya bocor dari provider Telkomsel. Ia sangat yakin. Namun, manajemen perusahaan pelat merah itu membantahnya dan menjamin data pribadi pelanggannya tidak ada yang bocor. Belum selesai kasus James, mantan salah satu ketua organisasi wartawan ternama Ulin Yusron dikecam netizen. Ulin yang juga pendiri BeritaSatu.com sebelum dilego ke Grup Lippo, membocorkan data pribadi dua orang yang disangka melakukan unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu RI, Kamis (9/5/2019), yang mengancam Presiden Jokowi. ( Tirto.id , Minggu, 12/5/2019). Lantaran ulah Ulin ini, lembaga terhormat sekelas Dukcapil Kementerian Dalam Negeri pun terseret. Karena Ulin tidak hanya menebar na

Buku, koruptor dan hantu

Foto: Yayat R Cipasang TANPA sengaja, saat membereskan buku yang berantakan di perpustakaan pribadi, saya menemukan buku hadiah dari teman. Bukunya tidak tebal hanya 137 halaman tetapi judulnya sangat keren alias eye catching, "Wakil Rakyat, 'Mahluk' Apa Dia?" karya Bowo Sidik Pangarso. Kemudian secara acak saya baca bagian dalam dan mata saya langsung tertumbuk pada tulisan yang dicetak tebal.  "Kita berharap pemilu merupakan ajang persaingan politik untuk mendapatkan dukungan rakyat/konstituen  tetapi dengan ongkos politik dan sosial yang wajar dan rasional." Dalam halaman lain saya juga menemukan sebuah tulisan yang berupa harapan penulisnya "...amanat dan tugas yang dipikul oleh anggota Dewan sangat berat dan karenanya penulis berharap agar dapat para wakil rakyat bekerja dengan sungguh-sungguh." Bergeseran ke halaman lain, Bowo Sidik Pangarso menulis, "...sesungguhnya pundak wakil rakyat dibebani tidak saja harapan luas masyarakat/rakyat

Piala presiden tanpa aroma presiden

Ilustrasi: Liputan6.com SEJUMLAH media daring mengabarkan, pertandingan final Piala Presiden 2019 yang memaksa Liga 1-- kasta tertinggi sepakbola nasional -- tertunda, tidak akan dihadiri Presiden Jokowi. Sejatinya, pemberian piala yang dibuat khusus, kayu spesial dan diukir oleh seniman itu akan menjadi ajang penampilan  paripurna Jokowi cum petahana Pilpres 2019. Awalnya, hari ini agenda Jokowi akan menggelar kampanye di Madiun, Nganjuk dan juga pamuncaknya memberikan piala  pada kampiun Piala Presiden 2019 yang mempertemukan dua kubu yang kerap berseteru, Arema FC Malang dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Dari segi jumlah penonton pertandingan Arema FC dan Persebaya sangat ideal untuk 'kampanye'. Aremania dan Bonek yang jumlah penonton fanatiknya sampai ratusan juta bisa dikapitalisasi untuk tujuan popularitas dan elektabilitas. Namun, modal itu sepertinya tidak dimanfaatkan oleh Jokowi. Entah apa alasannya.  Final Piala Presiden 2019 antara Arema FC versus Perse