MAJALAH Playboy Indonesia mulai dijual bulan April 2006 dengan memampangkan model-model yang berpakaian minim, tapi tidak ada gambar telanjang. Sontak, penerbitan majalah ini mengundang gelombang unjukrasa selama beberapa pekan. Mereka umumnya merisaukan dampak penerbitan Playboy Indonesia terhadap moral bangsa khususnya generasi muda. Resistensi atas terbitnya Playboy Indonesia berujung di pengadilan. Buntutnya Pemred Playboy Indonesia Erwin Arnada kini harus bolak-balik masuk Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai terdakwa. Erwin Arnada dituduh menyiarkan gambar-gambar yang melanggar unsur kesopanan dan dilihat orang banyak dan kejahatan tersebut dijadikan suatu pekerjaan. Dasar dakwaan, Erwin Arnada pada Februari 2006 memimpin rapat redaksi dan menentukan model-model yang akan ditampilkan pada edisi April (Andhara Early dan Kartika Oktaviani) serta edisi Juni (Xochiti Pricilla dan Joanna Alexandra). Erwin Arnada didakwa melanggar KUHP Pasal 282 ayat 1: "Barang siapa
"Semua harus ditulis. Apa pun.... Jangan takut tidak dibaca atau diterima penerbit. Yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna." --Pramoedya Ananta Toer, Menggelinding 1, 2004)