Skip to main content

Buku, koruptor dan hantu


Foto: Yayat R Cipasang

TANPA
sengaja, saat membereskan buku yang berantakan di perpustakaan pribadi, saya menemukan buku hadiah dari teman. Bukunya tidak tebal hanya 137 halaman tetapi judulnya sangat keren alias eye catching, "Wakil Rakyat, 'Mahluk' Apa Dia?" karya Bowo Sidik Pangarso.

Kemudian secara acak saya baca bagian dalam dan mata saya langsung tertumbuk pada tulisan yang dicetak tebal. 

"Kita berharap pemilu merupakan ajang persaingan politik untuk mendapatkan dukungan rakyat/konstituen  tetapi dengan ongkos politik dan sosial yang wajar dan rasional."

Dalam halaman lain saya juga menemukan sebuah tulisan yang berupa harapan penulisnya "...amanat dan tugas yang dipikul oleh anggota Dewan sangat berat dan karenanya penulis berharap agar dapat para wakil rakyat bekerja dengan sungguh-sungguh."

Bergeseran ke halaman lain, Bowo Sidik Pangarso menulis, "...sesungguhnya pundak wakil rakyat dibebani tidak saja harapan luas masyarakat/rakyat, tetapi juga dibebani oleh proses pemilu yang memang demikian menyita  energi, pikiran, dan bahkan finansial."

Ingin sekali saya menanyakan kepada penulisnya apakah saat menulis buku ini sungguh-sungguh dengan hati atau hanya iseng atau sekadar menulis untuk memperlihat derajat intelektualitasnya ke publik?

Kenapa saya harus menanyakan ini karena penulis buku itu adalah mantan anggota DPR dan sekarang berada di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kenapa 'menginap' di hotel prodeo KPK tentu karena korupsi. Kenapa korupsi? Itulah yang ingin saya tanyakan.

Saya hanya tahu sebatas dari media dan juga keterangan Pimpinan KPK bahwa anggota DPR dari Partai Beringin itu adalah terciduk karena operasi tangkap tangan (OTT). Hanya gara-gara amplop. 

Kok bisa? Tunggu dulu. Ini bukan sembarang amplop. Jumlahnya saja sangat fantastis 400 ribu amplop yang di dalamnya ada uang pecahan kalau nggak Rp 50 ribu ya Rp 20 ribu yang totalnya mencapai Rp 8 miliar. 

Untuk apa uang sebanyak itu? Menurut Sidik Bowo Pangarso yang kini mulai 'bernyanyi' merdu di Rutan KPK, duit tersebut untuk operasi 'Serangan Fajar'. Istilah itu sangat keren tapi bukan serangan militer melainkan istilah bagi individu atau sekelompok sipil yang bagi-bagi duit menjelang berangkat ke bilik suara baik dalam Pilkada, Pileg atau Pilpres.

Hari-hari ini sang mentor Sidik, Nusron Wahid yang jabatannya sangat keren di DPP Partai Golkar, mungkin tak bisa tidur nyenyak dan sulit bermimpi indah. Ketua Tim Pemenangan, Jawa, Sumatra dan Kalimantan Barat Golkar ini namanya sering disebut Sidik dan penyiapan 400 ribu amplop tersebut atas perintah Nusron.

Sebelumnya, tokoh senior Golkar Idrus Marham yang pernah menjadi Sekjen Partai Golkar dan Menteri Sosial RI ini juga diciduk KPK. Masih soal duit haram.

Padahal ketika menjabat sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham juga menerbitkan dan meluncurkan bukunya yang sangat bagus. Dihadiri dan disaksikan serta dibumbui testimoni dan endorsment dari elite negeri ini.

Bukunya berjudul "Keutamaan Jokowi" yang juga diterbitkan penerbit yang sama dengan bukunya Sidik, Penjuru Ilmu.

Menurut Idrus, buku ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada kaum muda. Dengan demikian ketika terjun ke dunia politik sudah memiliki basis ideologi dan mempunyai konsep. Dimana produktivitas organisasi atau partai politik itu tergantung pada ideologi dan konsepnya.

Buku "Wakil Rakyat, 'Mahluk' Apa Dia?" dan kitab "Keutamaan Jokowi" tak ada yang kuasa membantah kebenaran teori, konsep dan juga kesimpulannya. Dua buku yang bisa jadi rujukan bagi generasi muda yang ingin terjun ke dunia politik praksis.

Sayangnya, buku karya politisi ini tidak menyelamatkan mereka dari penyakit kronis bernama korupsi. Buku ini pun tak bisa dirapal sehingga penyidik KPK yang akan menangkapnya minimal salah tangkap atau tersesat alamat.

Buku karya mereka telah mati secara substansi. Buku mereka gagal dipraktikan atau diaktualisasikan oleh dirinya sendiri. Apalagi oleh orang lain.

Karena itu jangan-jangan buku keren mereka itu bukan hasil pemikiran atau karya mereka melainkan dikerjakan segerombolan hantu bernama ghost writer.


Times Indonesia, 15 April 2019

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f