Ilustrasi: Liputan6.com
Awalnya, hari ini agenda Jokowi akan menggelar kampanye di Madiun, Nganjuk dan juga pamuncaknya memberikan piala pada kampiun Piala Presiden 2019 yang mempertemukan dua kubu yang kerap berseteru, Arema FC Malang dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.
Dari segi jumlah penonton pertandingan Arema FC dan Persebaya sangat ideal untuk 'kampanye'. Aremania dan Bonek yang jumlah penonton fanatiknya sampai ratusan juta bisa dikapitalisasi untuk tujuan popularitas dan elektabilitas.
Namun, modal itu sepertinya tidak dimanfaatkan oleh Jokowi. Entah apa alasannya.
Final Piala Presiden 2019 antara Arema FC versus Persebaya adalah final ideal. Sama idealnya final antara Persib Bandung vs Persija Jakarta.
Pertandingan antara Arema FC dan Persebaya tidak hanya disaksikan langsung penonton fanatiknya tetapi disebarluaskan televisi ke seluruh penjuru Tanah Air. Artinya secara magnitude, pertandingan ini memiliki covering yang dahsyat.
Dua momen penting Piala Presiden 2019 tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh Jokowi. Pembukaan Piala Presiden 2019 di Stadion Si Jalak Harupat Bandung yang mempertemukan Persib Bandung dan PS Tira-Persikabo Bogor, Sabtu 2 Maret 2019, juga tanpa dihadiri Presiden Jokowi.
Arkian, spekulasi Jokowi kembali absen dalam final antara Arema FC kontra Persebaya, Jumat 12 April 2019, kian menguat setelah beredar di masyarakat lewat kawat Sekretaris Militer yang ditembuskan kepada lembaga terkait yang menginformasikan Presiden tidak jadi berkunjung ke Madiun, Nganjuk dan Malang.
Piala Presiden tanpa kehadiran Presiden seperti sayur tanpa garam. Kendati di Tanah Air ini banyak presiden, seperti presiden partai politik dan presiden sebuah acara bincang-bincang di televisi, tapi kehadiran Presiden Jokowi sangat dinantikan. Siapa yang akan memberikan Piala Presiden kepada pemenang.
Sangat aneh dan lucu, bila Piala Presiden diberikan kepada pemenang dilakukan oleh Ketua Plt. PSSI atau Ketua Panpel Piala Presiden.
Selain Piala Presiden menjadi tidak berwibawa dan terdegradasi juga sebagai sebuah 'penghinaan' kepada pemenang. Karena Arema FC dan Persebaya tentu bertanding bukan hanya mengejar duit hadiah Rp 3,3 miliar tetapi mereka juga mengejar prestise dan pride.
Kedua kesebelasan yang sudah bertanding susah payah dari tahap penyisihan yang menguras berliter-liter keringat tetapi berakhir antiklimaks. Apa yang bisa dibanggakan? Apa bedanya dengan liga tarkam?
Di Bandung seharusnya Jokowi membuka Piala Presiden. Sayang terlewatkan begitu saja. Seharusnya, ketika Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat masuk stadion diteriaki Bobotoh, "Prabowo ...Prabowo...Prabowo!", tidak menjadi rujukan Jokowi untuk tidak hadir. Karena belum tentu Bobotoh akan memeriahkan yel yang sama. Bisa jadi teriakannya, "Dilan...Dilan...Dilan!"
Naam, juga dengan final Presiden 2019 di Stadion Kanjuruhan Aremania belum tentu juga akan meneriakan yel, "Prabowo...Prabowo...Prabowo!" Malah bisa jadi ketika Arema FC menang yel-yel yang diteriakkan Aremania berbalik menjadi, "Jokowi...Jokowi...Jokowi!"
Times Indonesia, 12 April 2019
Comments
Post a Comment
Anda Berkomentar Maka Saya Ada