Skip to main content

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania.

Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya.

Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia!

Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di film bokep Jepang. Konon, perbuatan itu umum terjadi di Jepang dan mungkin salah satunya terjadi di gerbong yang diimpor ke Indonesia.

Tapi sudahlah jangan terlalu jauh. Yang jelas, fantasi seks di kereta adalah lumrah di Jepang. Saya baru tahu setelah membaca laporan investigasi sebuah majalah pria dewasa yang saya beli di bursa loak majalah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Di Jepang, gesek-menggesek pantat orang itu disebut chikan yaitu sensasi nikmat yang dialami pria bila berdesakan di kereta dan bersentuhan dengan bokong wanita yang mengenakan rok pendek atau celanan ketat. Chikan adalah bentuk pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki sementara bila pelakunya perempuan disebut chijo.

Bentuk aksinya tidak hanya gesek-menggesek tetapi juga sampai meremas buah dada. Tapi entah benar atau tidak bila merujuk pada film porno Jepang, aksi chikan ini bisa sampai lebih jauh ke aksi berhubungan seks di kereta.

Kasus Chikan tercatat di kepolisian Jepang sekitar 170 kasus per tahun. Chikan termasuk kategori perbuatan kriminal, karena itu hukumannya bisa masuk penjara dan atau denda yang cukup besar sampai jutaan yen. Konon, banyak perempuan yang ogah melapor lantaran malu dan juga males berurusan dengan polisi.

Malah di negeri Maria Ozawa aka Miyabi dan Rin Sakuragi tersebut bertebaran rumah-rumah fantasi seks yang didesain layaknya gerbong kereta berikut isinya perempuan berseragam sekolah atau perempuan mengenakan rok mini.

Cuma masalahnya di Jakarta dan sekitarnya, kenapa banyak perempuan yang ogah di gerbong khusus wanita dan lebih memilih di gerbong ‘gado-gado’ (ada laki-laki, perempuan dan kalau larut sedikit ditambah bencong yang cerewet)?

Alasannya kadang sepele lebih tepatnya ngawur. “Aku males di gerbong wanita, mereka keinjek kaki sedikit aja marah-marah. Kalau di gerbong campuran, cowok yang duduk tinggal dikasih senyum langsung luluh....,” dalih teman saya, seorang perempuan beranak dua yang masih bahenol pisan.

Ya, udah kalau begitu.

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se