Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2004

Remy Sylado Nggak Ada Matinye!

Waspada Online , 26 Mei 2004 MEMBACA novel karya Remy Sylado benar-benar berwisata dan belajar sejarah yang sangat menarik. Sejarah dikemas cukup mendalam, penuh greget, dan eksotis, seperti dalam novel Kembang Jepun (2003). Kendati novel ini bercerita tentang sosok geisha Indonesia, namun setting-nya tetap mengambil sejarah bangsa yang sarat konflik, etnik, perjuangan, dan sisi humanisme seperti cinta, cemburu, dan kasih sayang. Sejarah inilah yang menurut Remy adalah 'sisi lain' yang menjadi lahan garapan sekaligus yang menjadi daya jual karyanya. Remy memang piawai dalam mempresentasikan referensi historis yang dimilikinya. Sedikitnya, untuk sebuah novel Remy membutuhkan 30 referensi tua alias kuno yang diperolehnya dari pelosok Tanah Air dan dunia. Uniknya, sejumlah novel karya Remy, sebelum diterbitkan dalam sebuah buku terlebih dahulu dimuat di surat kabar lokal yang menjadi tempat sejarah tersebut lahir dan berkembang. Ca Bau Kan sebelumnya menjadi cerita bersambu

Jurnalis Berita Kriminal Televisi Overdosis

Waspada Online , 22 Mei 2004 SEORANG teman yang juga jurnalis media cetak untuk pertama kalinya ditugasi redakturnya untuk meliput berita kriminal di Jakarta. Namun, baru beberapa hari bertugas di lapangan ia sudah disuguhi keanehan yang terus mengusik batinnya. Ia kaget bukan karena angka kriminalitas yang terus naik mengikuti deret ukur tetapi karena kelakuan wartawan, terutama jurnalis televisi yang berpolah melebihi tugas-tugas polisi. Berikut ini saya kutipkan kegelisahan teman tersebut yang dicurahkannya lewat milis: Beberapa hari yang silam saya meliput seorang penodong yang tertangkap di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya yang mendapat informasi langsung ke tempat kejadian perkara. dan bersama teman-teman wartawan lain kemudian ke Polsek Pasar Minggu. Namun, tiba-tiba seorang teman dari stasiun televisi langsung menggebuki tersangka yang sudah lemas karena dihajar massa. Tingkah arogan sang wartawan kemudian ditegur rekan lainnya. Namun sang wartawan tak kalah g

Tabloid Anak Pinggiran dari Gudang Seng

Pikiran Rakyat , Minggu 20 Juli 2003 HALTE Gudang Seng Kalimalang Jakarta Timur. Seorang bocah perempuan kira-kira berusia 14 tahun menenteng sebuah tabloid dengan banner NIAT dan moto "Mengembangkan Kemandirian Anak". Di samping kanan ada pesan redaksi, "Diterbitkan sebagai tempat belajar mengembangkan minat dan bakat anak untuk ikut membangun masyarakat yang cerdas." Tabloid yang dicetak dua warna, merah dan hitam itu lumayan menarik perhatian saya yang sedang menunggu bus Metromini jurusan Kampung Melayu-Pondok Kelapa. Bocah berbaju lusuh dan tak sedap dipandang itu diketahui bernama Hani. "Boleh saya pinjam tabloidnya!" pinta saya. Beberapa saat Hani tak menjawab, hanya menoleh "Nih." Hani menyodorkan tabloid yang dimaksud, sesaat kemudian. Setiap kali membaca majalah, tabloid, jurnal, atau koran yang baru dikenal, saya selalu melihat nama di balik masthead. Bukan masalah iseng, namun saya yakin, kredibilitas suatu penerbit

Efektivitas Menggugat Media Pers

ENTAH kenapa penegak hukum Indonesia lebih senang menggunakan KUHP. Kemungkinannya, para penegak hukum beranggapan bahwa UU Pers lebih memihak kepada institusi pers dan wartawan daripada ke pihak yang dirugikan pers. Dalam Pasal 18 Ayat 2 disebutkan: Perusahaan pers yang memberitakan peristiwa dan opini dengan tidak menghormati norma-norma agama, rasa kesusilaan masyararakat, asas praduga tak bersalah, serta tidak melayani hak jawab dikenai pidana denda paling banyak Rp 500 juta. Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis mantan Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka dengan hukuman lima bulan penjara dengan masa percobaan sepuluh bulan, baru-baru ini membuat kalangan pers nasional tersentak. Semuanya hampir berteriak serempak: Masa depan pers Indonesia terancam! Karim didakwa menyerang kehormatan atau nama baik Ketua DPR Akbar Tandjung dalam karikatur Rakyat Merdeka edisi 8 Januari 2002. Dalam karikatur tersebut digambarkan Akbar yang tersangkut kasus korupsi

Menikmati Eksotisme Green Canyon

HARI masih pagi di Dermaga Ciseureuh, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Ciamis, Jawa Barat. Perjalanan sejauh 130 kilometer dari Kota Ciamis (3 jam) tak membuat saya lelah. Saya sudah tak sabar lagi untuk segera menikmati eksotisme Green Canyon yang kesohor itu. Menurut Kang Mamad, pemilik perahu motor, jarak dari dermaga ke Green Canyon sejauh tiga kilometer. Total jenderal, pulang-pergi dapat ditempuh 45 menit. Masyarakat setempat menamakan daerah wisata itu Cukang Taneuh yang artinya jembatan tanah. Memang, di atas lembah dan jurang Green Canyon itu ada jembatan tanah yang digunakan petani sebagai jalan pintas menuju kebun pertanian di daerah itu. Tiket untuk bisa menikmati alam Green Canyon dipatok Rp45 ribu untuk lima orang, termasuk asuransi dari Jasa Raharja. Di sepanjang Sungai Cijulang banyak dipasang jodang dan sirib, jaring untuk menangkap ikan. Jodang dipasang di tengah sungai dan seperti rumah panggung. Di bawahnya dipasang jaring. Sementara sirib dipasang di ping

Transmigrasi dan Masa Depan Integrasi Bangsa

Sinar Harapan , Sabtu 12 Juni 2004 Judul : Ayo ke Tanah Sabrang: Transmigrasi di Indonesia Penulis : Patrice Levang Penerjemah : Sri Ambar Wahyuni Prayoga Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), IRD (Institut de recherché pour le developpement), dan Forum Jakarta Paris Cetakan : Pertama, Desember 2003 Tebal : (xxvi + 362) halaman PROGRAM transmigrasi dinilai memberikan andil cukup besar bagi terciptanya sejumlah kerusuhan yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Tanah Air. Kerusuhan di beberapa wilayah di Kalimantan, Lampung, Nanggroe Aceh Darussalam, Ambon, dan Papua, selalu melibatkan antara warga lokal dengan pendatang yang umumnya adalah para transmigran. Di Kalimantan, misalnya, trasmigrasi mulai mendatangkan masalah sejak 1970. Proyek transmigrasi yang didukung Bank Dunia ini mulai memunculkan permusuhan antaretnis. Proyek-proyek besar lanjutan dari transmigrasi seperti pertambangan, eksploitasi hutan, dan program sejuta hektare yang dicanan

Saatnya Amerika Mengubah Kebijakan Luar Negeri

Sinar Harapan , Sabtu 1 Mei 2004 Judul : Unholy War Judul Asli : Unholy War: Terror in The Name of Islam Penulis : John L. Esposito Penerbit : LKiS Yogyakarta Cetakan : Pertama, Maret 2003 Tebal : (xi + 205) halaman termasuk indeks SESAAT setelah Tragedi 9 November, hampir seluruh analisis di media cetak dan elektronik baik di Indonesia maupun di dunia merujuk kejadian dahsyat tersebut pada tesis Samuel P. Huntington, tentang benturan peradaban. Tragedi WTC juga seolah menjadi contoh faktual dan sahih untuk membangunkan kembali tesis Huntington yang sebelumnya terkubur karena telah diabaikan sejumlah pakar. Buku The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1997) pun kembali dibuka dan yang banyak digarisbawahi adalah bagian paragraf yang menyebutkan, setelah komunisme runtuh musuh Barat adalah Islam. Namun, menurut John L. Esposito, kini bukan saatnya untuk memancing benturan peradaban atau untuk membuktikan ramalan bahwa benturan semac

Ketika Penghibur Melek Politik

Sinar Harapan , Sabtu 13 September 2003 BEBERAPA pekan terakhir, sejumlah tayangan infotainment di televisi partikulir mengusung isu yang lain dari biasanya. Bila selama ini tayangan hiburan tersebut penuh dengan isu kawin-cerai dan kisah cinta para selebriti, pekan-pekan terakhir agak berbeda. Sejumlah infotainment lebih banyak menyoroti kiprah para pesohor itu dalam bidang politik. Sebut saja Anwar Fuadi. Pekerja sinetron ini lebih dulu membuat heboh dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatra Selatan, kendati akhirnya gagal karena minus dukungan. Gagal menjadi gubernur bukan berarti mundur jauh melainkan nekat mencalonkan untuk posisi nomor satu di Tanah Air. Anwar yang Ketua Umum Persatuan Aktor dan Aktris Sinetron Indonesia (Parsi) ini mencalonkan diri sebagai calon presiden dengan mengikuti konvensi Partai Golkar. Pelawak Dedi Miing Gumelar juga tak mau kalah. Pengocok perut dari Grup Bagito ini mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk P

Suara Rakyat Suara Tuhan

Judul : Vox Populi Vox Dei Penulis : Benny Susetyo Penerbit : Averroes Press Pengantar : Prof. Franz Magnis –Suseno, SJ Cetakan : Pertama, Januari 2004 Tebal : (xvii + 194) halaman BUKU ini adalah kompilasi atau antologi esai reflektif Romo Benny Susetyo yang pernah dimuat di media massa dan sebagian lagi belum pernah dipublikasikan. Benang merah tulisannya menyoroti tiga penyakit kronis yang tengah menjangkiti bangsa Indonesia, meliputi krisis kepemimpinan, krisis moral, dan hasilnya berupa korupsi yang telah membudaya. Ketiga masalah tersebut mendapat porsi pembahasan yang cukup dominan. Krisis kepemimpinan secara kasat mata di antaranya dapat dilihat dari perilaku elite politik Indonesia yang hanya bisa mengeluh, bila dikritik gampang marah, dan selalu mencari kambing hitam. Krisis kepemimpinan juga ditandai dengan ketidakmampuan elite membaca keinginan rakyat. Akibatnya, rakyat Indonesia hidup dalam kungkungan seolah-olah. Seolah-olah ada pemimpin, meskipun fungsinya sangat merag

Apa Kabar Radio Kampus?

Sinar Harapan , Sabtu 25 Juni 2002 IDEALNYA radio kampus berada di garda depan sebagai penggerak proses demokratisasi di Indonesia. Sayangnya, radio kampus di Indonesia tak punya ruh dan kekuatan untuk menyebarkan isu hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan demokrasi. Dari beberapa literatur yang ada, tidak banyak ditemukan tulisan yang mengupas perkembangan radio mahasiswa. Kebanyakan tulisan mengupas seputar pers mahasiswa, itu pun hanya sebatas media cetak. Data mengenai radio kampus pun sulit didapat. Jadi sulit untuk memetakan kekuatan radio mahasiswa. Kendala Radio Kampus Dari hasil obrolan dengan pengelola radio kampus, seperti Radio Teknik Club (RTC) UI, Stupa (Universitas Pancasila), dan Sintesa (Institut Sains dan Teknologi Nasional), terungkap banyak kendala yang menghimpit radio kampus, berupa kendala teknis dan psikologis. Pertama, pemerintah tidak menyediakan frekuensi khusus untuk radio kampus. Frekuensi ternyata telah dikapling-kapling oleh swasta. Aki