Skip to main content

Menikmati Eksotisme Green Canyon

HARI masih pagi di Dermaga Ciseureuh, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Ciamis, Jawa Barat. Perjalanan sejauh 130 kilometer dari Kota Ciamis (3 jam) tak membuat saya lelah. Saya sudah tak sabar lagi untuk segera menikmati eksotisme Green Canyon yang kesohor itu. Menurut Kang Mamad, pemilik perahu motor, jarak dari dermaga ke Green Canyon sejauh tiga kilometer. Total jenderal, pulang-pergi dapat ditempuh 45 menit.

Masyarakat setempat menamakan daerah wisata itu Cukang Taneuh yang artinya jembatan tanah. Memang, di atas lembah dan jurang Green Canyon itu ada jembatan tanah yang digunakan petani sebagai jalan pintas menuju kebun pertanian di daerah itu. Tiket untuk bisa menikmati alam Green Canyon dipatok Rp45 ribu untuk lima orang, termasuk asuransi dari Jasa Raharja.

Di sepanjang Sungai Cijulang banyak dipasang jodang dan sirib, jaring untuk menangkap ikan. Jodang dipasang di tengah sungai dan seperti rumah panggung. Di bawahnya dipasang jaring. Sementara sirib dipasang di pinggir sungai dan gagangnya menjorok ke darat. Selang beberapa lama sirib diangkat dan ikan belanak pun bisa didapat.

Beberapa menit sebelum sampai di tujuan saya juga disuguhi pemandangan jembatan gantung ala film Indiana Jones. Jembatan gantung itu tanpa tiang atau penyangga. Alasnya terbuat dari bambu dan diganti setiap tiga bulan sekali. Sedangkan pagar pinggir yang sekaligus menopang jembatan terbuat dari kawat besar.

Beberapa saat kemudian saya tiba di mulut Green Canyon. Air yang melintasi Green Canyon tampak membiru. Keramaian baru ditemukan di daerah tempat turis berenang. Di sini pengunjung dapat menyewa pelampung seharga Rp 3.000 dan selanjutnya tinggal berenang sambil merasakan arus air terjun. Di mulut gua terdapat air terjun Palatar sehingga suasana di objek wisata ini terasa begitu sejuk.

Turis yang bertandang ke Green Canyon ternyata bukan semata-mata untuk berwisata. Banyak juga turis terutama domestik datang karena ingin mendapatkan jodoh dan awet muda. Caranya dengan mengusapkan air yang menetes dari celah-celah tebing Green Canyon ke wajah beberapa kali. Selain itu, air tersebut juga dapat diminum langsung dan rasanya seperti air mineral. Saya kemudian mengistilahkan bertandang ke Green Canyon sebagai wisata three in one (melepas kepenatan, ikhtiar jodoh, dan minum air kaya mineral).

*Penulis, penikmat wisata domestik tinggal di Bogor, Jawa Barat

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f