(Foto: wartaekonomi.co.id) TELEVISI Republik Indonesia (TVRI) seperti Kapal Titanic yang tinggal menunggu karam. Secara finansial boleh dikatakan sudah bangkrut. Sementara upaya reformasi di tubuh televisi yang selama Orde Baru menjadi corong pemerintah itu ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan. Direktur Utama TVRI Sumita Tobing malah dituntut mundur oleh sebagian karyawannya. Konflik di TVRI sebenarnya sudah terjadi sejak 21 Juni 2001, ketika Sumita yang mantan Direktur Pemberitaan SCTV ini diangkat menjadi nakhoda televisi yang mempunyai moto atau call station: menjalin persatuan dan kesatuan ini. Konflik mulai terjadi setelah lulusan Ohio State University ini merombak drastis sistem manajemen, termasuk di divisi program hiburan dan pemberitaan. Upaya perbaikan yang digagas Sumita ini ternyata malah menuai resistensi sistematis dari dalam. Terakhir, beredar secara terbuka di kalangan karyawan TVRI Pusat, surat Federasi Serikat Pekerja (FSP-TVRI). Isinya, meminta Mente
"Semua harus ditulis. Apa pun.... Jangan takut tidak dibaca atau diterima penerbit. Yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna." --Pramoedya Ananta Toer, Menggelinding 1, 2004)