BASUKI Tjahaja Purnama alias Ahok benar-benar tidak hanya membuat gaduh seperti ketika menjabat gubernur DKI Jakarta tetapi juga telah membuat 'pusing' sejumlah elite.
Kegaduhan baru benar-benar telah hadir di tengah publik. Perang buzzer dan komentar di media sosial dan media arus utama telah terjadi. Kembali energi bangsa pun yang sebelumnya tidak peduli ikut-ikutan terganggu.
Dikhawatirkan energi bangsa yang seharusnya produktif untuk menumbuhkan ekonomi yang terpuruk akan kembali tersungkur karena habis untuk berkomentar saling tuding dan saling bantah gara-gara Ahok akan menduduki jabatan strategis di BUMN.
Tak bisa dicegah dan tak bisa dihindari kegaduhan baru telah membuat pemerintah baru atau kabinet baru kembali bekerja dalam kegaduhan.
Padahal mereka seharusnya penuh konsentrasi bekerja karena ekonomi dunia lagi panas dingin dan mungkin saja lambat laun akan menjangkiti Indonesia.
Menarik tulisan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam catatan hariannya di blog pribadinya, Disway.id.
Dahlan secara satiris memempertanyakan kepada pemerintah sebenarnya butuh pemimpin BUMN yang heboh alias gaduh atau yang bekerja dalam kesunyian tetapi banyak kerja dan prestasi.
Menurut Dahlan pemimpin heboh pun ada yang sukses tetapi hasilnya jangka pendek dan hanya berhasil di permukaan. Tetapi ada juga pemimpin yang bekerja dalam kesunyian tetapi berprestasi dan meletakkan fondasi untuk jangka panjang.
Dahlan mencontohkan sosok yang masuk kategori terakhir itu Menpar 2014-2019 Arief Yahya yang berhasil menarik duit dari sektor pariwisata senilai USD20 miliar.
"Selama Arief Yahya jadi menteri tidak terjadi kehebohan di Kementerian Pariwisata. Tapi hasilnya begitu nyata. Semua target tercapai bahkan sempat meletakkan fondasi," tulis Dahlan Iskan.
Arief sosok yang bekerja tanpa kontroversi, banyak senyum dan tidak perlu mengeluarkan kata-kata comberan dalam menerapkan atau mengeksekusi kebijakannya.
Tapi itulah, setiap orang tidak bisa dibandingkan head to head karena setiap orang punya latar belakang masing-masing. Baik latar belakang pendidikan, sosial, budaya dan pergaulan.
Bukankah pepatah lama mengajarkan banyak jalan menuju Roma. Artinya jalan apapun apakah jalan kekerasan, kediktatoran, demokratis, jalan kelembutan, jalan kasar dan kebijakan apapun tentu bisa mencapai tujuan. Hanya dampak sosial dan budayanya yang akan membedakannya kelak.
Gara-gara Ahok, Istana pun harus mengoreksi ujarannya. Jubir Presiden Fadjroel Rahman sebelumnya mengatakan Ahok harus mundur dari partai bila menjabat di BUMN. Namun belakangan, Fadjroel membantahnya.
"Kader tidak masalah, sepanjang bukan pengurus parpol dan atau calon legislatif dan atau anggota legislatif," kata Fadjroel.
Heboh, populer, kontroversial atau pencitraan boleh-boleh saja. Yang penting jangan gaduh.
Mungkin seperti dikatakan Dahlan yang berisik atau yang mencari popularitas itu cukup 30 persen tetapi yang berprestasi 70 persen dari bangsa ini biar Indonesia cepat maju seperti cita-cita kabinetnya, Kabinet Indonesia Maju.
Atau jangan-jangan di Kabinet Indonesia Maju yang berisiknya 70 persen!
Haluan.co, 18/11/2020
Comments
Post a Comment
Anda Berkomentar Maka Saya Ada