Skip to main content

Cukup yang Berisik Itu 30 Persen!


Foto: Merdeka.com

BASUKI Tjahaja Purnama alias Ahok benar-benar tidak hanya membuat gaduh seperti ketika menjabat gubernur DKI Jakarta tetapi juga telah membuat 'pusing' sejumlah elite.

Kegaduhan baru benar-benar telah hadir di tengah publik. Perang buzzer dan komentar di media sosial dan media arus utama telah terjadi. Kembali energi bangsa pun yang sebelumnya tidak peduli ikut-ikutan terganggu.

Dikhawatirkan energi bangsa yang seharusnya produktif untuk menumbuhkan ekonomi yang terpuruk akan kembali tersungkur karena habis untuk berkomentar saling tuding dan saling bantah gara-gara Ahok akan menduduki jabatan strategis di BUMN.

Tak bisa dicegah dan tak bisa dihindari kegaduhan baru telah membuat pemerintah baru atau kabinet baru kembali bekerja dalam kegaduhan. 

Padahal mereka seharusnya penuh konsentrasi bekerja karena ekonomi dunia lagi panas dingin dan mungkin saja lambat laun akan menjangkiti Indonesia.

Menarik tulisan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam catatan hariannya di blog pribadinya, Disway.id. 

Dahlan secara satiris memempertanyakan kepada pemerintah sebenarnya butuh pemimpin BUMN yang heboh alias gaduh atau yang bekerja dalam kesunyian tetapi banyak kerja dan prestasi.

Menurut Dahlan pemimpin heboh pun ada yang sukses tetapi hasilnya jangka pendek dan hanya berhasil di permukaan. Tetapi ada juga pemimpin yang bekerja dalam kesunyian tetapi berprestasi dan meletakkan fondasi untuk jangka panjang.

Dahlan mencontohkan sosok yang masuk kategori terakhir itu Menpar 2014-2019 Arief Yahya yang berhasil menarik duit dari sektor pariwisata senilai USD20 miliar.

"Selama Arief Yahya jadi menteri tidak terjadi kehebohan di Kementerian Pariwisata. Tapi hasilnya begitu nyata. Semua target tercapai bahkan sempat meletakkan fondasi," tulis Dahlan Iskan.

Arief sosok yang bekerja tanpa kontroversi, banyak senyum dan tidak perlu mengeluarkan kata-kata comberan dalam menerapkan atau mengeksekusi kebijakannya. 

Tapi itulah, setiap orang tidak bisa dibandingkan head to head karena setiap orang punya latar belakang masing-masing. Baik latar belakang pendidikan, sosial, budaya dan pergaulan.

Bukankah pepatah lama mengajarkan banyak jalan menuju Roma. Artinya jalan apapun apakah jalan kekerasan, kediktatoran, demokratis, jalan kelembutan, jalan kasar dan kebijakan apapun tentu bisa mencapai tujuan. Hanya dampak sosial dan budayanya yang akan membedakannya kelak.

Gara-gara Ahok, Istana pun harus mengoreksi ujarannya. Jubir Presiden Fadjroel Rahman sebelumnya mengatakan Ahok harus mundur dari partai bila menjabat di BUMN. Namun belakangan, Fadjroel membantahnya.

"Kader tidak masalah, sepanjang bukan pengurus parpol dan atau calon legislatif dan atau anggota legislatif," kata Fadjroel.

Heboh, populer, kontroversial atau pencitraan boleh-boleh saja. Yang penting jangan gaduh. 

Mungkin seperti dikatakan Dahlan yang berisik atau yang mencari popularitas itu cukup 30 persen tetapi yang berprestasi 70 persen dari bangsa ini biar Indonesia cepat maju seperti cita-cita kabinetnya, Kabinet Indonesia Maju.

Atau jangan-jangan di Kabinet Indonesia Maju yang berisiknya 70 persen!


Haluan.co, 18/11/2020


Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f