Skip to main content

Olahraga dan Keperawanan, Rasain Prestasi Nyungsep


Foto: Indozone

SUATU hari di negara bernama Indonesia pernah gaduh hanya bercakap dan bersilat lidah soal keperawanan.  

Seturut isu itu muncul, dari pagi hingga siang saya tak menemukan jawaban pasti apa hubungan keperawanan dengan prestasi atlet. Yang saya tahu prestasi olahraga Indonesia nyungsep.

Saya malah menduga semua pesenam, kecuali pesenam SKJ (senam kesegaran jasmani) yang populer tahun 80-an -- malah benar-benar tidak ada yang perawan karena tidak hanya olahraga tetap di sana ada akrobatik.

Saya malah sebelumnya mengamini, Shalfa Avrila Siani yang pelajar SMA di Kediri tidak perawan. Karena lihat saja penghargaannya yang sudah sampai sekira 49 dari kejuaraan senam lantai bagaimana bisa masih perawan. Mungkin sejak dari taman kanak-kanak sudah jumpalitan dan ribuan split baik itu saat latihan dan pemanasan atau ketika pertandingan. 

Tapi hasil pemeriksaan dokter yang sangat ahli membuktikan Shalfa masih perawan ting ting. Alhamdulillah.

Tapi lagi-lagi kenapa Shalfa dipulangkan ke rumah orang tuanya dari pemusatan latihan SEA Games 2019 di Gresik kalau hanya karena dituduh tidak perawan oleh pelatihnya.

Atau mungkin Shalfa dan keluarga salah dengar. Terlalu baper. Mungkin bukan menuduh Shalfa tidak perawan.

Ya, mungkin saja tim pelatih hanya memarahi atau menghardik Shalfa yang lagi malas latihan kemudian berkata, "Dasar tak perawan, lu!"

Kan pelatih juga manusia. Mungkin lagi ada masalah di rumah. Mungkin cicilan belum lunas atau honor dari induk belum juga turun atau nggak cair-cair. Kan bisa saja. Namanya juga menduga-duga.

Isu keperawanan itu sangat sensitif sama sensitifnya dengan selaput dara. Shalfa mendengar kata tak perawan itu mungkin tersinggung dan melapor ke orang tuanya. Karena itu orangtuanya langsung membawa Shalfa ke klinik rumah sakit untuk tes keperawanan.

Kalau tuduhan itu ada, sebenarnya Shalfa bisa saja membantah saat itu, "Wahai pelatih tahu aku tidak perawan darimana?"

Saya yakin pelatihnya asli gagap. Tapi mungkin Shalfa tak berani membantah dan menyanggah pelatih karena ia sadar masih anak kecil. Tapi anak daerah disebut tidak perawan pasti tersinggung karena perawan itu berarti kesucian.

Keperawanan bagi sebagian orang yang puritan berarti kesucian, harga diri. Dan tentu saja harganya tak ternilai.

Kecuali bagi pemburu keperawanan terutama bagi mucikari dan juga laki-laki hidung loreng pemangsa keperawanan. Keperawanan ada harganya. Kendati sebenarnya hanyak tipu-tipu mucikari saja yang kongkalingkong dengan pekerja seks yang pura-pura perawan dengan berbagai triknya.

Lha, kok malah ngelantur.

Kembali ke masalah Shalfa. Seandainya yang dituding itu atlet laki-laki mungkin kejadiannya tidak akan panjang seperti ini. Sampai Menpora yang mungkin lagi sibuk juga dengan partainya yang akan Munas di Jakarta, tak harus mendapat laporan dari Sesmenpora yang isi laporannya (Hal: Tentang Keperawanan Atlet SEA Games 2019).

Padahal tugas Pak Menteri sangat sibuk. Masa harus ngurus pula keperawanan. Malu sama (negara) tetangga, atuh.

Karena kita terbiasa dengan seandainya. Andaikan atlet yang dihardik atau dimarahin itu laki-laki mungkin urusannya tidak akan panjang. Kalau laki-laki yang dimarahin kalau gak melawan ya diam.

Misalnya dihardik, "Dasar ngak perjaka, lu!" Disemprot begitu saya yakin atlet laki-laki itu akan tertawa. Selain mentertawakan pelatih karena kebodohannya dan sok tahu juga karena apa urusannya keperjakaan dengan prestasi.

Kalau urusan keperawanan yang saya ketahui dari sejumlah bahan bacaan dari mulai stensilan Enny Arrow ketika masih SMP, novel Fredy S ketika SMA hingga konsultasi seks dr Naek L. Tobing setiap hari Minggu di Harian Pos Kota ketika Harmoko masih jaya, keperawanan bisa hilang karena olah raga seperti senam, naik sepeda dan tentu karena berhubungan intim.

Tapi saya setuju dengan Sesmenpora Gatot S Dewabroto yang akan menindak tegas induk cabang olahraga yang memulangkan atletnya tanpa alasan yang jelas. Kendati dari Persani ada bantahan bahwa pemulangan Shalfa lantara alasan indisipliner. Katanya murni soal profesionalitas.

Tapi sekali lagi, sampai saat ini saya masih bingung, muncul tuduhan tidak perawan itu darimana? Apakah benar-benar ada?

Shalfa, kamu mungkin tidak jadi bertarung mengharumkan nama Indonesia di Filipina. Kamu harus bangga. Namamu tetap harum dan tentu saja kamu harus bangga karena kamu masih perawan! 

Sementara ada pesohor lain atau wanita lain yang buang duit hanya untuk operasi keperawanan. Ehmm....


Haluan.co, 29/11/2019


Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f