Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2016

Celoteh profesor riset dan pengamat sandal jepit

SETIDAKNYA, saat ini saya melihat dan mencermati ada dua pentolan kaum intelektual masing-masing Profesor (Riset) Ikrar Nusa Bhakti dan Doktor Komunikasi Ade Armando yang kadang kritis dan kadang masih 'membela' Presiden Jokowi. Saya dan teman wartawan lainnya sempat miris melihat Ikrar dan Ade baik itu dalam pergulatan sosial media maupun diskusi cungur dalam berbagai forum. Mereka terang-terangan membela Jokowi dalam pilpres tahun lalu dengan alasan masing-masing yang sangat gamblang di masyarakat atau pun di media massa. Lumrah, karena mereka secara langsung atau pun tidak menjadi bagian dari tim sukses atau relawan atau simpatisan. Yang paling saya ingat adalah pernyataan Ikrar saat diskusi di Perpustakaan MPR menjelang pilpres. Ketika itu profesor dari lembaga ilmu yang sangat disegani ini dengan lantang menyatakan bahwa Jokowi itu adalah produk akselerasi. Kosakata  ini sangat menarik perhatian dan sangat mengganggu pikiran kritis saya. Saya pertama kali mendengar

Dasar toilet yahudi bin kafir

SUATU hari rombongan wartawan sekira 80 orang menuju Bandar Udara Antarbangsa Soekarno-Hatta. Tujuannya adalah Bukit Tinggi, suatu tempat sarat sejarah. Wartawan menggelar acara dengan Ketua DPD Irman Gusman di tanah kelahiran Bung Hatta sekaitan dengan seminar penguatan kelembagaan. Bukit Tinggi yang sejuk pernah menjadi ibukota negara Republik Indonesia dan tempat kelahiran sejumlah tokoh nasional juga terkenal dengan gua Jepang di Ngarai Sianok yang penuh misteri dan Jam Gadang-nya yang penuh magis dan cerita ‘dunia lain’. Namanya juga rombongan wartawan, selalu kocak dan penuh canda sejak awal. Malah mungkin sudah kocak sejak di rumahnya masing-masing. Dengan keluarganya dan mungkin dengan istri-istrinya (bisa istri pertama dan seterusnya….). Tapi yang akan saya ceritakan di sini kelucuan dan kelakuan wartawan di Bandara Sukarno-Hatta. Cerita bermula dari seorang teman yang sangat taat. Ia selalu gusar kalau bepergian. Masalahnya sepele. Soal toilet. Sementara dia ini bawaa

Ibu guru cantik

SAYA doyan mengantar anak sekolah tidak semata-mata sayang anak tetapi juga sangat menikmatinya karena guru anak saya itu lumayan cantik. Masih muda, tapi udah nikah. Lha, kok tahu? Ya tahu dong buktinya tengah hamil dan belakangan semakin cantik saja. Nggak mungkin kan bu guru hamil di luar nikah. Apa kata dunia nanti! Ibu guru kelas satu itu urang Bandung cq Sunda. Sok tahu lagi. Lha, dari namanya dong ketahuan. Urang Sunda itu namanya kan diulang-ulang alias murwakanti. Coba saja dari nama Yayat saja variannya banyak banget ada Yayat doang ini yang paling minimal dan nggak kreatif. Ada nama lain seperti Yayat Ruhiat, Yayat Ruhayat, Yayat Ahdiat, Yayat Munajat, Yayat Supriyatna, Yayat Surayat, Yayat bin Yayat dan banyak lagi. Suka-sukanya orang tua seperti suka-sukanya ketika mereka bikinnya. Kembali ke sekolah anak. Tidak hanya gurunya yang cantik, sebagian ibu-ibu yang juga ngantar anak ada beberapa yang cantik (mahmud abas—mamah muda anak baru satu), bahenol dan lebih b

Balada ibu muda, ayah dan anak di kereta

COMMUTERLINE jurusan Tanahabang siang itu mestinya tidak harus padat dan berjubel karena pegawai kantor sudah pada sibuk dengan kerjaannya. Kalau pun kereta masih berisi penumpang paling tidak mereka ini berprofesi sebagai wartawan, pekerja serabutan, PNS malas, pedagang kain atau pengangguran. Siang itu saya tidak tertarik dengan siapapun kecuali seorang ibu muda yang cantik dan tentu saja seksi. Tapi sayang bersama suaminya yang tentu saja tampan. Kalau suaminya jelek mutlak berarti cewek tersebut bisa jadi matanya siwer atau memang matre dari sononya. Seorang cowok yang jakunnya kelihatan turun naik melihat cewek tersebut dengan ikhlas lillahitaala memberikan tempat duduknya. “Silakan,” kata cowok itu ramah banget. “Terimakasih,” cewek itu tersenyum. Cowok itu tersenyum lagi. Ah, andai saja nggak bersama suaminya, cowok itu mungkin inginnya berdiri gelantungan di depan cewek itu. Maklum tali kutangnya dan bajunya yang transparan sangat menggoda. Tapi ya sudahlah, mungkin

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f

Sensualitas atawa topless, itu pilihan

HARI beranjak petang. Untuk mengusir jenuh, aku membuka majalah Esquire edisi terbaru. Untungnya sofa Starbucks di Grand Indonesia sebelah barat cukup nyaman. Jadi bisa sambil nyender. Sumpah aku sebenarnya tidak suka dengan jenis apapun kopi di gerai itu. Lidahku ini kampungan banget. Aku ini lebih seneng kopi tubruk. Malah kopi merek Liong atau cap Oplet yang asli buatan Bogor, yang dijual di gerobak pinggir jalan termasuk favoritku. Tapi sudahlah demi gaul dan  gaya hidup biar agak elite sedikit aku terpaksa minum kopi seperti kelas menengah lainnya yang sombong, boros, cerewet dan banyak maunya. Penunjuk waktu di hape sudah menunjuk ke angka 18.10. Aku sudah janjian dengan disk jockey (DJ) seksi dan juga terkenal, Palma Mizhanty, untuk membicarakan sebuah projek buku. Aku mengenal Mizhanty awalnya dipertemukan seorang teman di sebuah studio foto di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Palma yang mengawali dunia DJ di Jogjakarta, ketika itu tengah sibuk sesi pemotretan untuk

Perempuan cantik bermasker

MASKER . Belakangan ini membuat saya benci. Saya kerap mengunakan masker di rumah ketika saya sedang flu berat dan harus memandikan bayi. Itu satu-satunya ritual saya memakai masker. Selebihnya saya sangat tidak betah dan merasa tersiksa menggunakan masker. Tapi saya merasa heran belakangan ini semakin banyak saja orang yang menggunakan masker di jalanan, di transjakarta dan juga di kereta api. Saya beberapa kali disapa orang yang memakai masker dan saat itu juga saya harus berpikir, membuang waktu beberapa menit, tertegun dan mencoba menebak siapa gerangan yang menyapa saya. Pernah sampai saya turun dari kereta api dari Stasiun Tanahabang sampai Manggarai saya tidak berhasil menebak sang pemakai masker. Dan anehnya, dia tidak berusaha untuk membuka maskernya. Gila! Dari pengamatan selama saya menggunakan kereta api paling tidak ada beberapa tujuan orang menggunakan masker. Pertama, alasan kesehatan. Sah saja orang memakai masker karena memang menurut saya kereta kita tidak s

Wajah mesum DPR dalam buku Djenar

ISU apapun seolah menjadi mesum dan tak jauh dari selangkangan bila membaca sekilas cerpen atau buku kumpulan cerpen Djenar Maesa Ayu. Mulai dari buku yang saya baca sekilas (tapi tak saya koleksi) seperti ‘Mereka Bilang Saya Monyet’, ‘Jangan Main-Main (Dengan Kelamin)’ dan ‘1 Perempuan 14 Laki-Laki’. Praktis semua ‘onderdil’ milik laki-laki dan juga perempuan ditulis tanpa tedeng aling-aling. Bertebaran! Bahasa yang digunakan amat lugas, bahasa kamus dan nir eufemisme. Nyaris tak ada bahasa tulis Pujangga Baru. Buku Djenar terbaru yang iseng saya baca di sebuah toko buku berjudul ‘Saia’. Berisi 15 cerpen. Dua cerpen yang mendapat perhatian saya berjudul ‘Mata Telanjang’ dan ‘Ranjang’. Soalnya bercerita tentang politisi dan anggota DPR. ‘Mata Telanjang’ bercerita tentang seorang politisi muda yang juga anggota Badan Anggaran, naksir kepada perempuan penari telanjang. Politisi itu minta imbalan penari telanjang kepada mitranya dengan kompensasi proyeknya akan diatur di Banggar.

UU Celana Dalam vs RUU Omnibus Law

Foto: Fajar AM TANPA sengaja saya membaca sebuah majalah internasional dan saya sangat tertarik dengan sebuah artikel yang memuat sejumlah peraturan teraneh plus kontroversial di dunia. Namun, saya tidak menemukan perda syariah masuk ke dalam salah satu peraturan yang dianggap aneh di dunia. Padahal di Indonesia perda syariah ini mengundang kontroversi di masyarakat terutama dari kalangan sekuler dan pegiat hak asasi manusia. Mereka selalu bilang bahwa perda itu sangat diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Atau andaikan artikel tersebut terbit dalam dua bulan terakhir mungkin bisa jadi RUU Omnibus Law juga bakal masuk menjadi RUU terunik sekaligus terlucu.  Apa pasal, selain di dalamnya penuh kontroversi secara substansi juga mungkin dalam sejarah Indonesia mungkin dunia baru kali ini ada sejumlah pesohor atawa selebritas yang dikenal sebagai pemengaruh (influencer) yang diganjar jale hanya untuk mempromosikan tagar  #IndonesiabutuhKerja. Sudahlah, soal itu terlalu ber

Sukses mengusung merek House of BaLLaRe

KETIKA sebagian kalangan mengeluh menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang resmi berlaku awal 2016, Tari Ballare menyikapinya dengan antusias. Pasar bebas komunitas negara-negara Asia Tenggara ini dianggap pemilik spa khusus wanita berlabel House of BaLLaRe ini sebagai tantangan sekaligus  peluang. "Kita, mau tidak mau harus siap bersaing, MEA salah satunya. Saya mengangggapnya sebagai tantangan dan menuntut pelaku usaha harus siap menghadapinya. Modalnya inovasi dan kreatifitas," kata Tari saat berbincang dengan penulis di sebuah kafe di kawasan Pondok Indah, pekan lalu. Menurut Tari, MEA sejatinya adalah peluang pasar bagi pelaku usaha khususnya bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Karena itu dalam setiap kesempatan, Tari sudah sukses mengelola spa khusus wanita ini, juga selalu memotivasi siapa pun yang ingin berwirausaha atau bagi mereka yang baru terjun ke dunia bisnis. "Saya tidak pelit untuk memberi kiat atau ilmu tentang merintis usaha. Saya pun ker