Skip to main content

Sensualitas atawa topless, itu pilihan

HARI beranjak petang. Untuk mengusir jenuh, aku membuka majalah Esquire edisi terbaru. Untungnya sofa Starbucks di Grand Indonesia sebelah barat cukup nyaman. Jadi bisa sambil nyender.

Sumpah aku sebenarnya tidak suka dengan jenis apapun kopi di gerai itu. Lidahku ini kampungan banget. Aku ini lebih seneng kopi tubruk. Malah kopi merek Liong atau cap Oplet yang asli buatan Bogor, yang dijual di gerobak pinggir jalan termasuk favoritku.

Tapi sudahlah demi gaul dan  gaya hidup biar agak elite sedikit aku terpaksa minum kopi seperti kelas menengah lainnya yang sombong, boros, cerewet dan banyak maunya.

Penunjuk waktu di hape sudah menunjuk ke angka 18.10. Aku sudah janjian dengan disk jockey (DJ) seksi dan juga terkenal, Palma Mizhanty, untuk membicarakan sebuah projek buku.

Aku mengenal Mizhanty awalnya dipertemukan seorang teman di sebuah studio foto di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Palma yang mengawali dunia DJ di Jogjakarta, ketika itu tengah sibuk sesi pemotretan untuk kepentingan pribadi.

“Bang, tunggu sebentar lagi ya. Aku mandi dulu di gym,” pesan Palma dalam pesan smartphone bututku.

Sore itu memang Palma sejak pukul 16.00 meregangkan otot-otot di seluruh tubuhnya yang seksi di sebuah pusat kebugaran di GI. Aku sempat nengok sebentar, tapi mundur teratur karena minder. Gile, gue kerempeng sementara dalam akuarium gym ototnya pada berisi. Malu, euy.

Satu-satunya yang membuat aku lebih ingin lama-lama memelototi gym itu adalah ceweknya. Busyet! Nggak ada yang jelek. Cantik semua. Apalagi aku lihat keringatnya yang merembesi kaos di dada dan juga di bagian bokongnya. Ah, jadi ngayal ke mana-mana.

“Aku kalau habis keliling Indonesia atau setelah menyelesaikan projek di daerah untuk relaksasi lebih sering di gym ini,” kata Palma, renyah. “Bisa dibayangin kakunya otot-otot dalam tubuh aku setelah manggung kadang siang tapi lebih banyak malam,” lanjutnya.

Cappucino dalam ukuran medium sejatinya sudah habis. Tapi wadahnya tetap aku pajang di meja sebagai tiket bahwa aku ini bukan orang liar yang cuma numpang duduk. Selama 30 menit menunggu terdengar suara yang menyapa. Suaranya seksi banget.

“Bang maaf nunggu lama ya,” sapa Palma.

Aku hanya melempar senyum. Saat bertemu pertama kali, Palma terlihat lebih gemuk tapi kali ini lebih kurus.

Seolah tahu pikiran dan arah sorot mataku yang sedikit liar Palma berujar, “Lumayan kan aku lebih seksi sekarang.”

“Hahahahah.” Aku mempersilakannya duduk.

Aku tunjukan reportase majalah Esquire edisi Indonesia. “Ya, aku sudah tahu dan sudah membacanya. Aku mengenalnya.”

Reportase itu berjudul “Namaku Dark Sexy”. Sebuah laporan tentang seorang DJ terkenal asal Surabaya bernama Gia.

Gia mengaku sebagai DJ yang tidak hanya menjual sensualitas dan keterampilan tetapi juga menjual seluruh tubuhnya termasuk kulit ari-arinya sebagai spesialis DJ topless alias telanjang total bin nude.

Bahkan diceritakannya, Gia yang suka bubulucun (telanjang pisan menurut urang Sunda) kerap disemprot air oleh panitia atau pengunjung. Kedinginan tentu. Dan pasti masuk angin. Tapi Gia harus menikmatinya karena harus profesional.

“Mereka telah membayar mahal karena itu aku pun harus total dan habis-habisan,” aku Gia.

Aku minta konfirmasi soal ini ke Palma. “Gia memang terkenal dengan DJ polos. Itu pilihan.”

“Tapi aku nggak gitu, Bang,” Palma segera menegaskan.

Percaya!

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f