Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2004

Seni Wawancara Radio, Suatu Kebutuhan

Judul : Seni Wawancara Radio Judul Asli : Interviewing for Radio Penulis : Jim Beaman Penerjemah : Christian Evert dan Wandy N. Tuturoong Penerbit pertama : Routledge, 2000 Penerbit : Radio 68H (PT Media Lintas Inti Nusantara), Cetakan Pertama, Juni 2002 Tebal : x + 235 halaman LIMA tahun terakhir, berita radio bukan sekadar insert suatu program tetapi telah menjadi program tersendiri. Pengelola radio siaran ramai-ramai menyediakan space acaranya untuk menyiarkan berita. Format acara pun ada yang berubah total tetapi ada juga yang cuma menggeser-geser acara yang kurang diminati pemasang iklan. Fenomena ini juga diikuti kelahiran kantor berita radio dan jaringan advokasi radio siaran hingga ke pelosok kabupaten. Pada Oktober 1998 lahir Kantor Berita Quadrant. Kantor berita ini menyuplai berita untuk grup sendiri di bawah manajemen Masima Corporation, seperti Prambors, M97, Delta, Female, Bahana, dan radio satu grup yang berada di d

Otonomi Daerah dan Ranah Jurnalisme Investigasi

Judul : Jurnalisme Investigasi Penulis : Septiawan Santana Kurnia Penerbit : Yayasan Obor Indonesia Cetakan : Pertama, Januari 2003 Tebal : (xx + 357) termasuk indeks WARTAWAN senior S. Sinansari ecip pernah menulis bahwa liputan investigatif(investigative reporting) adalah mahkota karya jurnalistik. Bahkan produk jurnalistik ini-lah yang selalu mendapatkan penghargaan utama Pulitzer dari Universitas Columbia, Amerika Serikat. Dalam konteks Indonesia, praktik jurnalisme investigatif seharusnya tumbuh subur di negeri ini. Pasalnya Indonesia adalah negara yang mempunyai rekor kejahatan publik cukup tinggi dari mulai kerusuhan sosial seperti Tragedi Mei 1998 hingga korupsi yang merajalela dari tingkat kepala desa yang menggelapkan dana beras untuk rakyat miskin sampai pejabat negara yang menilap duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Korupsi semacam ini diistilahkan Ketua Indonesia Corruption Watch Teten Masduki sebagai “Korupsi Gotong Royong”. Praktik jurnalisme investigat

Melek Media dan Kiat Mengapresiasi Program Televisi

Reader's Digest Indonesia , Edisi Januari 2003, hal. 163 RIRIN , seorang bocah perempuan berusia lima tahun ditemukan warga Birobuli, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, dalam kondisi kritis dan sekujur tubuhnya lebam membiru. Setelah diperiksa dokter, luka lebam itu adalah bekas penganiayaan. Usut punya usut ternyata Ririn selain disiksa orang tua angkatnya juga kerap dipukuli dua kakak laki-lakinya, masing-masing berusia sembilan dan sebelas tahun yang keranjingan tayangan smack down di sebuah stasiun televisi swasta. Setiap ada acara gulat bebas, Ririn kerap menjadi sasaran pukulan dan bantingan kakaknya yang menirukan olah raga keras itu. Kasus yang ditayangkan SCTV dalam Derap Hukum Februari 2003 ini, semakin menambah daftar akibat negatif tayangan televisi terhadap anak-anak. Berbagai tulisan, kertas kerja, dan penelitian sudah banyak membeberkan dampak negatif “si kotak ajaib” itu. Bahkan, tudingan miring terhadap televisi sudah merebak sejak kelahirannya di Eropa pada

Qou Vadis TVRI!

TELEVISI Republik Indonesia (TVRI) merayakan ulang tahun yang ke-41 di penghujung Agustus ini. Ultah kali ini terasa istimewa lantaran berbarengan dengan perubahan status dari perusahaan jawatan menjadi perseroan terbatas sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2002. Dengan demikian, TVRI yang selama ini dinyatakan bangkrut secara finansial dapat kembali bernapas lega karena memungkinkan stasiun televisi yang sebelumnya menjadi corong pemerintah itu dapat menggali biaya operasional dari iklan. Namun demikian, perubahan status juga semakin menambah kekhawatiran sebagian kalangan. Mereka khawatir, status perseroan akan menutup peluang TVRI menjadi televisi publik. Sebab konsep persero lebih berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Perubahan status juga akan menyisakan persoalan dan perdebatan panjang. Pasalnya, dalam UU No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran, TVRI adalah lembaga penyiaran publik. Jangkauan siaran TVRI mampu meng-cover 42,90% luas wilayah

Diragukan Keberpihakan Televisi kepada Perempuan

SEJAK penelitian yang dilakukan tahun 50-an seolah ada kesepakatan bahwa televisi adalah milik kaum perempuan. Secara sederhana ini bisa dilihat dari dapur televisi. Dari mulai penyiar, pemain sinetron, presenter, hingga tema-tema acara pun cenderung ditujukan untuk konsumsi perempuan. Mungkin untuk program acara olah raga, seperti sepakbola, tinju atau gulat saja yang tak ditujukan untuk perempuan. Selebihnya benar-benar konsumsi kaum hawa. Namun kecenderungan terakhir, olahraga keras pun ternyata banyak diminati perempuan. Pertandingan sepak bola di televisi, misalnya, ternyata banyak juga disukai kaum perempuan, khususnya remaja putri. Terlepas dari perempuan melihat sepakbola karena melihat unsur fisik sang pemain. Sehingga pengelola televisi pun sekarang kerap menghadirkan perempuan sebagai presenter dan pewawancara tokoh sepakbola. Persenter perempuan bersuara cempring, dandanan serta asesoris modis, dan dengan berbagai atribut gaul lainnya kini menghiasasi tayangan telev