Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2008

Organisasi Jurnalis Memble, Desi Anwar Sendirian

Oleh: Yayat R Cipasang , Redaktur Pelaksana myRMnews . BIASANYA, bila ada tuduhan yang memojokkan jurnalis, organisasi wartawan di Indonesia getol bereaksi untuk menanggapinya. Namun, dalam kasus Desi Anwar, tak satu pun perhimpunan jurnalis di Jakarta “membela”-nya. Ini ada apa? Padahal, tuduhan yang dilontarkan Presiden Timor Leste Ramos Horta kepada jurnalis Metro TV , Jumat (18/4), ini tidak bisa dianggap enteng. Desi Anwar dituduh membantu menyelundupkan dan memalsukan dokumen tokoh pemberontak yang tewas ditembak rezim Horta, Mayor Alfredo Reinado. Seperti dberitakan sebelumnya, Ramos Horta setelah dua hari berada di Timor Leste—setelah dirawat hampir satu bulan di Darwin, Australia—menuduh keterlibatan pihak Indonesia dalam usaha pembunuhan dirinya. WNI yang dimaksud adalah jelas-jelas Desi Anwar. “Tuan Alfredo memiliki banyak kontak di Indonesia. Pihak berwenang di Atambua memberikan dokumen palsu dengan bantuan wartawati Metro TV Desi Anwar,” terang Horta. Kontan, saja tuduhan

Aku Kirim Putriku ke STSI Bandung (3)

ROBOHNYA tembok pemisah Jerman Barat dan Jerman Timur pada 1989 yang menjadi lambang kedigdayaan komunisme dunia menjadi babak lain kisah Supardi. Uni Soviet dan Eropa Timur bergolak. Mei 1990 Supardi memutuskan bersama keluarganya meninggalkan Negeri Beruang Merah itu menuju Belanda sebagai pelarian politik. Tetapi keputusan hijrah ke Belanda itu tidak ada kaitannya samasekali dengan pergolakan di negara-negara sosialis itu. Sebab utama dari keinginan pindah ke Belanda, karena setelah kurang lebih sewindu tidak ada jawaban positif dari Jakarta atas permohonannya untuk kembali ke Tanah Air lewat KBRI Moskow. Dan sekaitan ini Supardi berkesimpulan adalah ilusi kembali ke tanah air lewat KBRI Moskow di zaman Orba. Namun, setelah setahun berada di Negeri Kincir Angin, pemerintah Belanda menolak memberikan suaka kepada Supardi sekeluarga dengan alasan bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk diberikan perlindungan politik di Belanda. Dan mungkin juga karena dia bukan orang komunis y

"Saya Tak Mengkultuskan Bung Karno" (2)

SUATU hari penulis mendapat email dari Pak Supardi, tak terlalu panjang tetapi sangat berkesan terutama tentang penegasan ideologi yang dianutnya. Apalagi selama ini penulis mendapat kesan, eksil yang berdiaspora di Belanda, Prancis, Eropa Timur, Kuba atau negara lainnya kerap berpandangan sinis dan provokatif apalagi bila menyangkut Orde Baru. "Saya senang sekali membaca dua atikel kritis Anda yang dimuat Pikiran Rakyat Bandung. Saya juga senang membaca tulisan-tulisan di blog Anda," kata Supardi dalam email pembukanya. "Umur Anda setahun lebih muda dari anak sulung saya. Kita sama-sama berbintang Aries. Saya lahir tanggal 26 Maret, 66 tahun yang lalu. Saya kakek dari dua orang cucu, he...he..he...," tuturnya dalam bagian tulisan lain. Supardi adalah semangat dan Supardi adalah tulisan. Korespondensi yang penulis lakukan sejak setahun lalu lewat surat elektronik menangkap kesan, Supardi berjiwa multikultur dengan nasionalisme terjaga. "Terus terang, se

Horeee... Aku Jadi WNI Lagi (1)

UU/12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia menjadi sebuah berkah bagi sejumlah eksil yang terpaksa berdiaspora selama 32 tahun Orde Baru berkuasa. Kisah mereka untuk mendapat pengakuan ke-WNI-an sangat mengharu biru. Di antara mereka harus berhijrah dari negara satu ke negara lain dan bahkan sempat menjadi manusia tanpa kewarganegaraan ( stateless ). Di antara eksil itu adalah Ki Sunda A. Supardi Adiwidjaya, doktor sejarah yang harus berkelana dari Uni Soviet (Federasi Rusia) hingga ke Belanda. Berikut kisahnya seperti dituturkan kepada penulis lepas, Yayat R. Cipasang yang dibuat dalam tiga tulisan. *** "Selamat siang, bisa bicara dengan Pak Supardi?" suara telefon di seberang sana menyapa ramah. "Ya, saya sendiri.... Ini, Pak Rudhy, ya? " jawab Supardi dengan nada gembira. Suara Rudhy Chaidir, Atase Imigrasi KBRI Den Haag, dikenalnya dengan baik, walaupun lewat telefon. Maklumlah, hubungan Supardi dengan Rudhy seperti juga dengan kebanyakan diplomat R

AJI Jakarta Protes Penganiayaan Jurnalis TVOne

KEKERASAN terhadap jurnalis yang sedang bekerja kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah seorang reporter Raditya Adi Nugroho dan kamerawan Eko Subiyakto dari TVOne . Ironisnya, pelaku kekerasan ini adalah seorang anggota TNI Angkatan Laut yang bekerja memberi jasa keamanan di sebuah perusahaan swasta. Dari keterangan korban, pelakunya bernama Herjono. Peristiwa ini terjadi pada Rabu (2/4) pukul 11.30 WIB di Cikarang. Kedua reporter itu pergi ke Cikarang untuk mewawancarai seorang sumber di perusahaan Indofood. Berhubung masih meraba-raba alamat yang dituju, dua jurnalis itu berhenti di pos penjaga keamanan. Saat memberi tahu alamat, Herjono merasa Raditya tidak memperhatikannya sehingga Herjono emosi. Herjono tetap mengumbar amarah walaupun Raditya sudah meminta maaf. Kamerawan Ekonomi Subiyakto pun ikut melerai dan memberi tahu bahwa mereka adalah wartawan yang sedang bekerja dan mencari alamat. Namun Herjono malah lebih emosi dan memukul mata kanan Eko Subiyakto. Kasus ini telah d