Oleh: Yayat R Cipasang , Redaktur Pelaksana myRMnews . BIASANYA, bila ada tuduhan yang memojokkan jurnalis, organisasi wartawan di Indonesia getol bereaksi untuk menanggapinya. Namun, dalam kasus Desi Anwar, tak satu pun perhimpunan jurnalis di Jakarta “membela”-nya. Ini ada apa? Padahal, tuduhan yang dilontarkan Presiden Timor Leste Ramos Horta kepada jurnalis Metro TV , Jumat (18/4), ini tidak bisa dianggap enteng. Desi Anwar dituduh membantu menyelundupkan dan memalsukan dokumen tokoh pemberontak yang tewas ditembak rezim Horta, Mayor Alfredo Reinado. Seperti dberitakan sebelumnya, Ramos Horta setelah dua hari berada di Timor Leste—setelah dirawat hampir satu bulan di Darwin, Australia—menuduh keterlibatan pihak Indonesia dalam usaha pembunuhan dirinya. WNI yang dimaksud adalah jelas-jelas Desi Anwar. “Tuan Alfredo memiliki banyak kontak di Indonesia. Pihak berwenang di Atambua memberikan dokumen palsu dengan bantuan wartawati Metro TV Desi Anwar,” terang Horta. Kontan, saja tuduhan
"Semua harus ditulis. Apa pun.... Jangan takut tidak dibaca atau diterima penerbit. Yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna." --Pramoedya Ananta Toer, Menggelinding 1, 2004)