Skip to main content

Perempuan lain seorang Rudy Habibie

TANPA sengaja tadi malam saya menonton Sudut Pandang Metro TV. Saya biasaya menonton televisi milik politisi cum pengusaha Surya Paloh itu sekilas saja. Gaya pemberitaannya membuat saya tak nyaman sebagai pendukung kelompok antipemerintah.

Surya Paloh setiap ngomong selalu bicara koalisi yang dibangunnya bersama Jokowi adalah koalisi tanpa syarat. Belakangan setelah terkuak dengan sejumlah kasus, ternyata koalisi itu sarat dengan syarat. Riweuh!

Sudahlah, tapi malam tadi yang membuat saya bertahan memelototi Metro TV adalah kisah masa kecil Rudy alias BJ Habibie yang ditayangkan program human interest, Sudut Pandang. Acara yang dibawakan Fifi Aleyda Yahya itu bersumber dari buku yang baru diluncurkan Habibie bertajuk "Rudy (Kisah Masa Muda Sang Visioner)".

Habibie berkisah misalnya tentang ketakutannya naik pesawat lantaran melihat kengerian Perang Dunia II. Tapi pesawat itu pula yang membuat Habibie kecil terbang ke Jerman dan mendalami ilmu pembuatan pesawat dan menghasilkan puluhan serta mungkin ratusan paten lainnya yang diakui dunia.

Habibie juga berkisah ketika sekolah di Jerman kebutuhan hidupnya selalu terbatas. Termasuk untuk makan sekalipun. Pernah suatu hari di perpustakaan, Habibie sangat lapar dan begitu gembiranya ketika ada seseorang petugas perpustakaan yang memberinya sebuah apel.

Di perpustakaan pula Habibie menghabiskan waktunya dan melaksanakan salat. Namun untuk urusan ibadah ini, Habibie sering merasa terganggu lantaran kerap menjadi tontonan para pengunjung perpustakaan.

Untuk salat atau berdoa selain di perpustakaan, Habibie yang saat itu masih berusia 19 tahun kerap melaksanakan salat atau mencurahkan doanya di gereja yang sangat menarik perhatiannya di Aachen. Habibie sangat yakin doanya dikabul Allah Swt. kendati berdoa di gereja karena selepas itu perasaannya menjadi tenang dan kuliahnya berjalan lancar.

Dalam buku ini, terungkap persahabatan sejati antara Rudy dan Lim Keng Kie. Mahasiswa penerbangan di kampus yang sama. Lim Keng Kie yang asli Kuningan, Jawa Barat, dan berlogat Sunda kental ini mendapat beasiswa dari pemerintah itu adalah teman semasa SMA di Bandung. Sedangkan Habibie kuliah ke Jerman dengan biaya sendiri lantaran terlambat mendaftar.

Saat Habibie menjadi Presiden RI, Lim Keng Kie dan istrinya sempat diundang dan menjadi tamu resmi negara. Namun Lim Keng Kie menolak saat diajak Habibie untuk pulang dan berkiprah di Tanah Air dengan alasan pernah mengajar di kampus yang berhaluan komunis sehingga khawatir dapar menodai karier Habibie.

Habibie juga bercerita tentang seorang sosok perempuan yang sangat dekat sebelum berkenalan dengan Ainun. Perempuan Eropa itu kerap menjadi pendamping Habibie seperti dalam acara-acara di kampus dan juga ketika menonton pertunjukan opera, teater dan berwisata.

Belakangan perempuan bernama Ilona yang juga spesialis radiologi itu menghindar pelan-pelan dari Habibie. Habibie merasa janggal. Dan, Habibie baru mengetahui penyebabnya dari teman-temannya yang kini masih hidup.

"Mereka bilang bahwa Ibu saya waktu ke Jerman tanpa sepengetahuan saya menemui Ilona," kata Habibie.

"Anak saya Rudy itu dari keluarga Habibie. Keluarga Islam terpandang. Bangsa kami juga sedang susah-susahnya. Memangnya kamu mau pindah agama dan pindah ke Indonesia? Karena Rudy harus kembali ke Indonesia," kata Mami Habibie dalam bahasa Belanda yang fasih.

Buku berjudul Rudy mengisahkan Habibie ketika berumur belasan hingga dua puluhan tahun.

"Buku Rudy menceritakan Habibie waktu umur 18 tahun, Anda bisa lihat," kata Habibie dalam sebuah peluncuran buku.

Habibie menyebutkan timbul pertanyaan di masyarakat bagaimana anak muda bisa jadi Habibie. Karena itulah buku Rudy lahir.

"Bagaimana anak kecil yang namanya dipanggil Rudy itu di sekolah bisa jadi Habibie, dia sudah buat kapal terbang, kapal selam, dia membantu beresi Indonesia, dia ditinggalkan istrinya, dia sedih, ya ditulis, ternyata jadi best seller," kata Habibie seperti ditulis Antara.

Habibie menyebutkan buku Rudy ditulis oleh Gina S. Noer yang juga menulis buku Habibie-Ainun yang kemudian difilmkan.

"Dia mendapat penghargaan Piala Citra untuk script terbaik, kemudian saya dibilang, Pak Habibie tulis dong cerita waktu muda, orang pengin tahu rahasia Rudy jadi Habibie," katanya.

Mantan Menristek itu menyebutkan dirinya bukan ahli menulis sehingga Gina dan kawan-kawan yang menulisnya. Wawancara dilakukan selama sekitar setahun. "Sekarang usianya 27 tahun," katanya.

Penulis datang dan menanyakan bagaimana orang usia 21 tahun bisa membuat sajak atau puisi.

"Dia mulai memancing dari situ, eyang jawab, akhirnya setahun lamanya, dia bukukan tulisan itu, saya rasa yang lain baca aja sendiri deh," katanya.

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f