Oleh: Yayat R Cipasang
OJEK memang bukan moda transportasi yang diakui pemerintah DKI Jakarta, sama seperti halnya becak. Namun, keberadaanya kerap dibutuhkan terutama dengan kondisi jalan-jalan utama Jakarta yang macet saban pagi dan sore hari.
Ojek sebelumnya hanya beroperasi di perkampungan atau pinggiran Kota Jakarta seperti halnya di Depok, Pondok Gede, Kalimalang, Ciputat, dan Ciledug. Tetapi belakangan, jasa ojek merangsek ke pusat-pusat kota dan jalan-jalan utama.
Kini hampir di tiap pintu gerbang perkantoran di Jalan Gatot Subroto, Thamrin, dan Jenderal Sudirman pasti menemukan ojek. Untuk membedakan dengan pengendara sepeda motor lainnya, sepeda motor ojek biasanya berkalung kertas karton bertuliskan: OJEK.
Memang banyak yang mengakui, ojek sangat efektif dalam menyiasati kemacetan Jakarta. Namun, keberadaan mereka juga banyak mengganggu keindahan dan keselamatan.
Bila Anda sekali-sakali naik bus umum dan hendak turun di halte Benhil (Bendungan Hilir), sudah dapat dipastikan Anda akan kesulitan turun dari bus. Pemandangan ojek berkejar-kejaran sambil memepet bus umum sangat berbahaya bagi penumpang bus.
Tidak hanya untuk penumpang bus, kecelakaan yang lebih fatal juga mengancam pengendara ojek. Mereka bisa saja terserempet bus yang akan minggir di dekat halte.
Ojek di halte Benhil tidak seperti di pangkalan lainya yang masih memegang prinsip antre atau bergiliran. Ojek halte Benhil lebih mengandalkan nyali, kegesitan dan tenaga yang prima. Bila nyali ciut jangan coba-coba menjadi tukang ojek di halte Benhil.
Nyali bukan hanya harus dimiliki tukang ojek tetapi juga wajib dimiliki pejalan kaki. Sewaktu-waktu Anda bisa saja saat tengah berjalan diseruduk ojek karena aktivitas mereka juga kadang menghabiskan badan trotoar.
Dalam istilah ekonomi, menjamurnya ojek karena adanya permintaan. Ojek telah menjadi alternatif dalam mencari nafkah dan akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya kaum urban di Jakarta. Cuma masalahnya, ketertiban dan kenyamanan pejalan kaki dan penumpang angkutan umum juga perlu diperhatikan.[]
Jakarta, 21 Maret 2007
OJEK memang bukan moda transportasi yang diakui pemerintah DKI Jakarta, sama seperti halnya becak. Namun, keberadaanya kerap dibutuhkan terutama dengan kondisi jalan-jalan utama Jakarta yang macet saban pagi dan sore hari.
Ojek sebelumnya hanya beroperasi di perkampungan atau pinggiran Kota Jakarta seperti halnya di Depok, Pondok Gede, Kalimalang, Ciputat, dan Ciledug. Tetapi belakangan, jasa ojek merangsek ke pusat-pusat kota dan jalan-jalan utama.
Kini hampir di tiap pintu gerbang perkantoran di Jalan Gatot Subroto, Thamrin, dan Jenderal Sudirman pasti menemukan ojek. Untuk membedakan dengan pengendara sepeda motor lainnya, sepeda motor ojek biasanya berkalung kertas karton bertuliskan: OJEK.
Memang banyak yang mengakui, ojek sangat efektif dalam menyiasati kemacetan Jakarta. Namun, keberadaan mereka juga banyak mengganggu keindahan dan keselamatan.
Bila Anda sekali-sakali naik bus umum dan hendak turun di halte Benhil (Bendungan Hilir), sudah dapat dipastikan Anda akan kesulitan turun dari bus. Pemandangan ojek berkejar-kejaran sambil memepet bus umum sangat berbahaya bagi penumpang bus.
Tidak hanya untuk penumpang bus, kecelakaan yang lebih fatal juga mengancam pengendara ojek. Mereka bisa saja terserempet bus yang akan minggir di dekat halte.
Ojek di halte Benhil tidak seperti di pangkalan lainya yang masih memegang prinsip antre atau bergiliran. Ojek halte Benhil lebih mengandalkan nyali, kegesitan dan tenaga yang prima. Bila nyali ciut jangan coba-coba menjadi tukang ojek di halte Benhil.
Nyali bukan hanya harus dimiliki tukang ojek tetapi juga wajib dimiliki pejalan kaki. Sewaktu-waktu Anda bisa saja saat tengah berjalan diseruduk ojek karena aktivitas mereka juga kadang menghabiskan badan trotoar.
Dalam istilah ekonomi, menjamurnya ojek karena adanya permintaan. Ojek telah menjadi alternatif dalam mencari nafkah dan akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya kaum urban di Jakarta. Cuma masalahnya, ketertiban dan kenyamanan pejalan kaki dan penumpang angkutan umum juga perlu diperhatikan.[]
Jakarta, 21 Maret 2007
Comments
Post a Comment
Anda Berkomentar Maka Saya Ada