Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2004

Nasib Pedalangan Betawi

Sinar Harapan , 6 September 2002, hal.7 PERNAHKAH Anda menonton Wayang Kulit Betawi? Hampir dapat dipastikan jawabannya serempak: Boro-boro menonton, mendengar Betawi punya wayang saja baru kali ini. Selama ini masyarakat dan warga Betawi -- terutama generasi muda -- umumnya hanya mengenal Wayang Kulit dari Jawa Tengah dan Wayang Golek asal Jawa Barat. Ironis memang. Padahal, hingga era 80-an pedalangan Betawi mencapai puncak kejayaannya dan tercatat ada sekitar 16 grup pedalangan. Masa keemasan juga ditandai dengan Festival Wayang Kulit Betawi yang digelar Dinas Kebudayaan DKI Jakarta setiap tahun. Selama itu pula, publikasi Wayang Betawi sangat gencar. Bahkan TVRI berkali-kali memberikan kesempatan kepada para dalang Betawi untuk tampil. Sayangnya, belakangan Wayang Betawi yang juga dikenal Wayang Tambun--konon wayang ini berkembang di Tambun, Bekasi era 70-an--sulit berkembang. Seiring dengan gerusan zaman, hanya segelintir dalang saja yang dapat bertahan. Tersisihnya Wayang Betawi

Borok di Balik Industri Fast Food

www.rayakultura.net, 8 Februari 2005 Judul : Negeri Fast Food Judul Asli : Fast Food Nation Penulis : Eric Schlosser Penerjemah : Ronny Agustinus Penerbit : Insist Press Cetakan : Pertama, Mei 2004 Tebal : (x + 392) halaman Harga : Rp 38.000 KABAR tentang industri makanan cepat saji atau fast food dengan sistem waralabanya ternyata tidak serenyah daging ayam goreng di Ketucky Fried Chicken, seempuk burger di McDonald’s, atau sehangat keju leleh di Pizza Hut. Industri fast food ternyata bukan hanya memusingkan negara berkembang yang begitu masif diserbu aneka lisensi makanan cepat saji tetapi juga membuat ketar-ketir Negeri Paman Sam yang mengekspor budaya massa tersebut. Sudah menjadi isu global bahwa industri fast food telah mengobrak-abrik tatanan kehidupan individu, regional, dan dunia. Selama ini juga industri fast food selalu dikaitkan dengan masalah eksploitasi anak-anak melalui belanja iklan yang besar dan gencar di media massa, ke

Menulis untuk Cinta dan Komitmen

Judul : Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta Penulis : Muhidin M. Dahlan Penerbit : Jendela Cetakan : Pertama, November 2003 Tebal : (xxx + 356) halaman “Scripta manent verba volant--yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin.” MUHIDIN M. Dahlan adalah anak muda yang berani berikrar bahwa menulis adalah pilihan hidup. Gagal kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta dan Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga di kota yang sama membuatnya harus mengganti orientasi hidupnya. Akhirnya keterampilan menulis artikel maupun resensi buku di sejumlah media massa membuatnya bisa untuk mempertahankan hidup atau untuk sekadar membeli buku. Buku mungil ini berisi riwayat hidup Muhidin dan aktivitas kreatifnya dari mulai saat penulis masih menimba ilmu di sekolah menengah teknik di sebuah kota kecil di Sulawesi Tenggara hingga di pengembaraan intelektualnya di Yogyakarta. Buku yang dikemas cukup apik ini ditulis dengan gaya bertutur

Revolusi Tak Mengenal Terimakasih

Judul : Si Jalak Harupat: Biografi R. Oto Iskandar di Nata ( 1897-1945) Penulis : Dr. Nina H. Lubis Pengantar : Prof. Dr. Taufik Abdullah Penerbit : Gramedia Cetakan : Pertama, 2003 Tebal : (xxx + 298) halaman OTO Iskandar diNata terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) pada 15 Juni 1931. Selaku anggota Volksraad ia terkenal dengan keberaniannya dalam membongkar kepincangan-kepincangan dan borok pemerintah kolonial sekaligus membela kepentingan rakyat yang ditindas pemerintah atau pengusaha swasta asing. Karena keberaniannya itu teman-temannya menjuluki Oto Iskandar sebagai Si Jalak Harupat. Jalak Harupat adalah ayam jago yang kuat, tajam kalau menghantam lawan, kencang bila berkokok, dan selalu menang bila diadu. Komitmen kebangsaan dan kontribusi Oto Iskadar dalam perjuangan kemerdekaan tak diragukan lagi. Basis organisasi yang kuat di Pagoejoeban Pasoendan (1929-1942), kelak mengantarkan Oto Iskandar tampil cemerlang di tingkat pusat ketik

Tawuran Pelajar yang Sangat Memprihatinkan

Judul : Perkelahian Pelajar (Potret Siswa SMU di DKI Jakarta) Penulis : Hasballah M. Saad Penerbit : Galang Press Cetakan : Pertama, September 2003 Tebal : (xiii + 201) halaman PERKELAHIAN atau tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng. Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus pembakaran atau pelemparan bus umum. Ironisnya, hingga kini pemerintah belum dapat mengatasi kekerasan pelajar ini. Padahal, Dinas Pendidikan