Skip to main content

Cerita Sang Pemandu Bakat

USIANYA sudah sangat sepuh, 80 tahun. Bila melihat cara bicara dan gaya jalannya yang sangat gesit angka delapan dasawarsa sepertinya membohongi.

Tapi faktanya, orang-orang terdekat dan juga tema-temannya yang ikut ngobrol dalam acara ulang tahun ke-30 Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) di Perpustakaan Nasional, belum lama ini, serempak mengamini.

Pius Pope memang jauh dari kesan seorang pengajar atau elite pers di negeri ini yang minimal sudah pakai batik, berdasi atau mengenakan seragam kebangaan sebuah perusahaan pers. Pius Pope masih menjadi orang bebas, sepatu tak bersemir dan baju lengan panjang yang digulung.

Tidak ada sedikit pun dari potongan Pius Pope yang menjadi penanda bahwa dia itu seorang guru yang sangat disegani di LPDS, konsultan media di lembaga-lembaga penyiaran nasional dan melahirkan bakat-bakat terpendam penyiar ternama di jagat televisi partikelir negeri ini.

Arief Suditomo yang kini sudah menjadi wakil rakyat di Senayan dan Najwa Shihab yang sudah memiliki acara serdiri dan ber-rating tinggi, dua di antara penyiar televisi yag banyak dipoles Pius Pope. Mereka menjadi seperti sekarang sedikit banyak lataran sentuhan midas Pius Pope.

"Najwa, waktu saya diminta Metro TV dulu terlihat minder karena kebanyakan penyiar pindahan dari televisi lain. Najwa benar-benar baru lulus dan belum berpengalaman di televisi lain," cerita Pius Pope. "Justru penyiar baru dan tidak terkontaminasi televisi sebelumnya yang lebih mudah dibentuk untuk sebuah karakter televisi."

Pius Pope juga bercerita tentang pengalamannya melatih polisi wanita yang dibentuk menjadi penyiar dan presenter di sejumlah televisi dan juga menjadi pelapor berita di Korlantas Polri. Setiap Agustus, Korlantas menjaring polwan dari daerah yang dilatih khusus untuk menyiarkan berita.

"Setiap Agustus saya melatih mereka dan baru saja saya ditelepon untuk mengajar mereka lagi bulan depan (Agustus)," ujarnya.

Melatih polwan untuk menjadi penyiar profesional, menurut, Pius Pope, juga memiliki tantangan tersendiri. "Kebiasaan mereka yang selalu 'siap grak' dan 'siap komandan' membuat suara mereka sangat nyaring," ujarnya terkekeh.

"Suara dada mereka dominan. Kalau sudah begitu saya selalu meminta mereka untuk tidak membusungkan dadanya dan bahunya diturunkan. Lama-lama mereka terbiasa juga menggunakan suara perut," tuturnya.

Saat ditanya tentang kiat tetap bugar dan berpikir waras dalam usia senja, Pius Pope tidak memiliki saran khusus yang istimewa. Menurut saya biasa-biasa saja. Misalnya soal makan yang harus tertib, tidak stres dan berpikiran positif.

Satu-satunya saran yang membuat saya terkejut soal anjurannya, "Nikmatilah kalau melihat wanita cantik di luar rumah. Itu obat. Saya serius," ujarnya meyakinkan.

"Lihatlah sepuasnya, nikmati. Setelah itu ucapkan puji tuhan atau astagfirullah...," tambahnya lagi.

Saat terlibat pembicaraan dengan Pius Pope, tiba-tiba seorang wartawati muda yang menjadi pembawa acara ulang tahun LPDS menyela dan menyeret kursi untuk mendekat.

"Saya ikut makan di sini ya," suaranya lembut.

Saya langsung ingat saran Pius Pope dalam beberapa detik saja. Saya pandangi wajahnya. Cantik. Geulis

Subhanallah.

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f