Bila ketiga nama itu disandingkan dan ada keharusan untuk memilih, tentu saya tanpa berpikir terlalu lama saya akan memilih Dahlan Iskan. Termasuk bila ada tambahan nama lain seperti Jokowi. Tetap saya akan memilih Dahlan Iskan. Tentu di sini saya harus memberikan alasannya agar fair sehingga tidak dicurigai bukan-bukan oleh gerombolan yang memiliki pemahaman berbeda dengan saya.
Perlu dijelaskan pula, ketika Dahlan Iskan menjabat Dirut PT PLN (Persero) dan juga Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), saya termasuk sering menulis dan mengkritisi pemilik Grup Jawa Pos itu. Beberapa polah dan goyonan tentang Dahlan Iskan saat 'dikerjain' anggota Komisi VII (Energi) dan Komisi VI (BUMN) saya abadikan dalam tulisan blog berjamaah, kompasiana (Pak Dahlan Gajinya Ditransfer?, Gara-gara Dahlan Iskan Hati Opung Butar-butar Hancur, Dahlan Iskan dan Istri Cantiknya).
Saya termasuk yang setuju, tersangka korupsi sekecil atau sebesar apapun harus diproses secara hukum. Saya setuju kejaksaan harus agresif bahkan kalau masih loyo perlu dikasih suplemen tambahan atau jamu kuat. Bila tidak ada di Indonesia karena mendesak kenapa tidak diimpor pula dari China sekalipun. Tak masalah karena korupsi termasuk extra ordinary crime alias kejahatan luar biasa.
Tapi yang membuat akal sehat saya gusar, kenapa Dahlan Iskan yang sampai saat ini masih dihitung pakai kalkulator terbaru, kejaksaan begitu bernafsu untuk segera menahannya. Selesaikan dululah menghitungnya. Bukan begitu loginya? Berapa kerugiannya? Jangan-jangan malah BUMD Provinsi Jawa Timur saat dipegang Dahlan setnya malah meningkat, untung atau apappun namanya.
Lalu apa kaitannya dengan Ahok? Ya, jelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani Ahok ternyata malah letoy dalam menangani kasus yang membelit gubernur petahana ini. Kasus Sumber Waras sudah jelas kerugiannya dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sudah menunjukkan angka pasti termasuk angka yang di belakang komanya.
Dahlan sendiri menyikapi penahanannya sebagai bentuk intervensi tangan-tangan penguasa di pusat. Namun, wartawan senior yang sukses mengangkat koran lokal beroplah 3.000 eksemplar menjadi koran nasional hingga beranak, bercucu dan bercicit ini, tidak menyebut nama secara spesifik.
Namun, para simpatisan Dahlan Iskan di media sosial secara gamblang di antaranya menyebut salah tokoh media nasional yang juga pemilik saham partai politik Nasdem. Surya Paloh (SP) disebut-sebut termasuk yang tidak nyaman dengan masif dan merajalelanya jaringan media milik Dahlan Iskan. Kelompok media seperti Media Group dan juga Kelompok Kompas Gramedia pun termasuk yang bersaing ketat dengan Jawa Pos Group.
Ketika Media Group dan Kelompok Kompas Gramedia baru bisa masuk sampai tingkat provinsi dan itu pun terseok-seok, kelompok media milik Dahlan Iskan sudah sampai kabupaten/kota. Belum lagi ratusan televisi lokalnya. Bila ada yang menuliskan soal ini, bisa juga diterima namun harus diverifikasi lagi.
Saya tetap melihat penahanan Dahlan Iskan itu sangat ganjil. Apalagi kalau alasan kejaksaan khawatir bila Dahlan Iskan menghilangkan barang bukti atau mungkin melarikan diri. Mau lari kemana? Dahlan adalah jurnalis sejati. Mau nulis dan mengkritisi apa dia kalau kabur ke luar negeri. Sementara gudangnya masalah itu kan adanya di Indonesia.
Arkian, saya terus terang saja lebih memilih Dahlan Iskan dalam kasus ini. Ini murni soal kesetiaan pada profesi. Ketika sakit misalnya (transplantasi hati), Dahlan masih bisa menulis sangat indah dan inspiratif yang kemudian dibukukan bertajuk Ganti Hati.
Nah, kini pun rupanya Dahlan Iskan di ruang tahanan yang lembab, dingin, apek dan dihuni tujuh orang tidak menghalanginya untuk tetap menulis dan dimuat dalam harian yang dibesarkannya, Jawa Pos, mulai hari ini (Senin, 31/10/2016). Tulisan yang disebut-sebut berlogika sehat, jujur dan tidak kagetan itu juga diunggah secara berseri dalam situs MomentumDahlan.com.
Surya Paloh dan Dahlan Iskan sama-sama jurnalis senior cum pengusaha. Senior saya di Kampus Tercinta yang juga jurnalis andal Andy F. Noya saat menjadi calon reporter di Harian Prioritas (sebelum dibredel) yang didirikan Surya Paloh sempat menyebut bosnya itu mirip Che Guevara.
Namun bila disandingkan keduanya, apa karya besar (masterpiece) mereka? Siapa yang paling menginspirasi? Surya Paloh yang banyak bicara/orator (sering di-rolling di Metro TV) atau Dahlan Iskan yang menulis (berjaringan di medianya)?
Tentu saya tak harus menjawabnya. Pembaca tahu dan bisa menilai sendiri. Karena saya sangat percaya dengan ungkapan latin Scripta manent verba volant (apa yang tertulis akan abadi sedangkan omongan akan lenyap bersama angin).
Comments
Post a Comment
Anda Berkomentar Maka Saya Ada