Skip to main content

Tobat Nasuha Bandit Ekonomi

Oleh: Yayat R Cipasang, Direktur Eksekutif Institute for Press and Cultural Studies (IPCS) Depok.

BANDIT
JuduL: Pengakuan Bandit Ekonomi (Lanjutan Confessions of an Economic Hitman)
Judul Asli: The Secret History of The American Empire
Penulis: John Perkins
Pengantar: Budiarto Shambazy
Cetakan: Pertama, Agustus 2007
Tebal: xxvi + 465 halaman
Penerbit: Ufuk Press

KENDATI untuk edisi Indonesia buku John Perkins ini terbit setahun lalu, tapi sangat aktual dengan situasi mutakhir terutama setelah terpilihnya Barack Husein Obama Junior menjadi presiden ke-44 Amerika Serikat dalam Pilpres 4 November lalu.

Euforia Obama telah melahirkan harapan dan impian perubahan tata dunia baru yang lebih adil. Amerika kembali digugat dan Obama dipandang Dunia Ketiga sebagai "Dewa Penyelamat". Sebuah ekspektasi yang dahsyat termasuk dari seorang Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad sekalipun.

Seperti apa sih dosa Amerika Serikat di mata dunia sehingga Obama menjadi sangat penting? Buku Confessions of an Economic Hitman dan sekuelnya The Secret History of The American Empire bisa menjadi bukti dan dokumen kejahatan Amerika Serikat di seluruh belahan dunia. Amerika Serikat, lembaga keuangan dunia dan pengusahanya gotong royong menjarah kekayaan alam Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.

"Indonesia akan menjadi korban pertama saya...!" teriak Perkins saat masuk ke Indonesia pada 1971 sebagai ekonom dari firma konsultan MAIN pada usia 26 tahun. Perkins dan kelompoknya bertugas mengumpulkan data, laporan fiktif dan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita yang kemudian disetorkan ke Bank Dunia dan IMF.

Para eksekutif kedua lembaga keuangan dunia itu pura-pura terpesona dan segera menggelontorkan duit tersebut untuk Indonesia tetapi dengan syarat 90 persen dana bantuan tersebut harus disalurkan ke kontraktor Amerika.

Wujud dari rekomendasi Perkins dan kelompoknya itu salah satunya adalah PLTU Paiton I dan II yang menghasilkan listrik sangat tidak masuk akal bagi bangsa Indonesia. Harga listriknya 22 kali lebih mahal dari harga di Amerika sendiri. Sedangkan perbuatan generasi Perkins dan kompradornya yang terbaru di Indonesia adalah dalam kasus Blok Cepu yang sangat menistakan dan menisbikan kemampuan anak bangsa.

Seperti buku sebelumnya, kitab sekuelnya juga sangat menarik, menegangkan, sekaligus menjengkelkan. Tulisan Perkins ini dari awal sampai akhir mengaduk-aduk emosi sehingga pada satu titik, pembaca bisa terpancing untuk berteriak dan menyebut Amerika sebagai negara paling serakah bin biadab.

Perkins sangat berhasil mengisahkan pengalaman pribadi dan teman-teman jakal (orang yang diperintah CIA untuk mengobrak-abrik sebuah negara termasuk membunuh sasaran) serta orang-orang dalam IMF dan Bank Dunia yang buka suara dalam kisah bergaya hibrid, perkawinan antara fakta dan cerita.

Saya berani katakan bahwa kisah Perkins ini masuk kategori jurnalisme sastrawi atau buku bergenre novel nonfiksi. Kendati berbentuk bunga rampai, alur dan benang merah cerita tetap terjaga dengan tokoh 'Aku' (Perkins).

Dalam buku kedua ini, Perkins menulis 66 kisah yang dibagi dalam bab berdasarkan wilayah negara meliputi Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan Afrika. Bagi orang yang tidak mempercayai teori konspirasi selama ini, pasti malu setelah membaca buku ini.

Namun, tidak berarti Perkins mulus sepenuhnya untuk menulis buku keduanya ini. Teror dan ancaman serta penyuapan kerap menghadangnya dari orang-orang yang merasa terganggu kepentingannya.

Berbeda dengan buku pertama, dalam sekuel kedua ini Perkins menyertakan satu bab khusus yang terdiri atas 14 tulisan tentang pandangan dan refleksi atas kondisi dunia serta dampak akibat perbuatan tingkah polah jakal dan bandit ekonomi. Selain mengetengahkan renungan, Perkins juga memberikan jalan keluar serta solusi dan politik etis untuk Dunia Ketiga.

Membaca buku Perkins juga jadi sangat mudah karena kisah yang edisi bahasa Inggris-nya terbit pada 2007 atau tiga tahun setelah buku pertamanya ini, sangat akrab dengan pemberitaan di media massa.

Banyak kisah-kisah dalam buku ini sebenarnya sudah tersirat dalam pemberitaan media nasional maupun media internasional. Namun, dalam buku ini, pembaca disuguhi fakta yang lebih lengkap dan detail.

Ada 10 tulisan yang mengisahkan Perkins selama menjalankan operasi banditnya di Indonesia dengan judul Wanita Misterius di Jakarta (hal. 3), Menjarah Penderita Lepra (11), Geisha (19), Orang Bugis (25), Negara Korup dan Brutal (31), Pabrik Pemeras Keringat (37), AS Pendukung Pembantaian (45), Mendulang Emas dari Tsunami (51), Buah Korupsi (57) serta Diserang dan Dihajar di Indonesia (63).

Buku kedua ini sangat kaya dengan kisah dan data karena banyak mantan agen CIA, pejabat Bank Dunia, IMF, jakal serta bandit lainnya yang memberikan kesaksian kepada Perkins.
Dalam tulisan berjudul "Buah Korupsi", Perkins mendapatkan pengakuan dan data dari anak seorang mantan pejabat negara Indonesia. Anak bernama Emil (tentu nama palsu) itu mengakui ayahnya termasuk yang korup pada saat rezim Soeharto berkuasa.

"Aku ingin bertobat seperti Anda. Aku ingin mengaku seperti Anda. Tapi aku mempunyai keluarga dan akan kehilangan banyak hal. Aku yakin Anda mengerti maksudku," kata Emil kepada Perkins dalam pertemuan di restoran Thailand di Upper West Side New York. (hal. 59)

Sebuah perdamaian antara RI-Gerakan Aceh Merdeka dan tragedi kemanusiaan seperti tsunami yang melanda Aceh 26 Desember 2004 pun tak lepas ajimumpung korporasi Amerika untuk menjarah dan mengeksploitasi Serambi Mekkah. Ini tertuang dalam tulisan "Mendulang Emas dari Tsunami".

"Dengan terciptanya perdamaian, tekanan terhadap hutan cenderung meningkat...." Demikian Perkis mengutip Michael Sullivan, dari Radio Expedition.

Gara-gara tsunami juga sejumlah perusahaan konstruksi dan permesinan AS melobi Bank Dunia dan lembaga keuangan lainnya untuk membangun jalan raya yang akan menguntungkan industri kayu dan minyak bumi. Proyek mengundang kontroversi itu adalah Jalan Ladia Galaska (Lautan Hindia-Gayo Alas Selat Malaka) yang membelah hutan lindung Gunung Leuser.

Setelah membaca tuntas buku ini saya sependapat dengan kesimpulan Perkisn bahwa Amerika Serikat bukan lagi sebuah negara tetapi sudah menjelma menjadi sebuah imperium.

Perkins memberikan ciri-ciri sebuah imperium. Pertama, mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi. Kedua, menguras sumberdaya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Ketiga, memiliki angkatan militer yang besar untuk memuluskan aksinya bila upaya halus gagal.

Keempat, menyebarkan bahasa, sastra, seni dan berbagai aspek budaya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya. Kelima, menarik pajak bukan dari warganya sendiri tetapi juga dari orang-orang di negara lain. Keenam, mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f