Skip to main content

Optimisme Nasional dalam Narasi Besar Indonesia

Oleh: Yayat R Cipasang, Direktur Eksekutif Institute for Press and Cultural Studies (IPCS)
Cristovita

Judul: Behind Indonesian's Headlines (Mengungkap Cerita di Balik Berita, 50 Kasus Asli Indonesia)
Penulis: Christovita Wiloto
Cetakan: Pertama, 2008
Penerbit: PowerPR Global Publishing

"Aneh memang, di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, masih banyak manusia yang menderita dan merana, miskin pangan, sandang dan papan. Banyak manusianya yang rendah pendidikan dan pengetahuannya...."

ITULAH keprihatinan Christovita Wiloto, konsultan public relation (PR) yang ditujukan kepada istri serta satu putra dan putrinya (Novita, Aldo danThalia), dalam kitab Behind Indonesian's Headlines (Mengungkap Cerita di Balik Berita, 50 Kasus Asli Indonesia).

Sejatinya, keprihatinan itu tidak hanya ditujukan kepada keluarga terdekatnya, tetapi Christovita juga mendialogkan keresahannya dengan narasi besar bernama bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Christovita adalah wujud dari sebuah kegusaran segelintir individu dari bagian bangsa Indonesia yang menangis menyaksikan bangsa dan negaranya yang tergopoh-gopoh dan rapuh dalam membangun dan menatap masa depan.

Namun, bagi Christovita nasib bangsa ini tidak harus diratapi sehingga menghilangkan motivasi, kreativitas dan akal sehat. Mungkin bila meminjam slogan politikus Soetrisno Bachir--hidup adalah perbuatan--sepertinya itu benang merah dalam 50 tulisan yang dirangkum dalam bunga rampai ini.

Sikap hidup alumnus fakultas ekonomi Unpad ini terpapar dengan jelas dalam kumpulan kolom ringannya yang dibangun dari sebuah isu di media massa, di-review dan selanjutnya di akhir tulisan, Christovita memberikan jalan keluar, rekomendasi dan minimal mencerahkan.

Ia bukan tipe penulis atau kolumnis yang banyak mencela, mengkritik tetapi tidak memberikan jalan keluar atau motivasi sekalipun. Tulisannya enak dibaca dan santun, tidak menggurui apalagi sok tahu.

Ia menyajikan fakta kemudian diulas dengan kepakarannya di bidang PR. Semua tulisannya sangat khas, berspektif PR sehingga di sepanjang tulisannya ia selalu menyelipkan begitu pentingnya citra bagi Indonesia.

Citra baginya adalah sebuah optimisme. Dalam tulisan berjudul "Pandangan Nasional vs Internasional", misalnya Christovita memperkenalkan istilah optimisme nasional.

"Optimisme ini merupakan tenaga pendorong untuk mempercepat kebangkitan kembali Indonesia menjadi sebuah bangsa yang tangguh, bangsa yang disegani dan bangsa yang mampu melepaskan diri dari keterpurukan di berbagai bidang yang telah hampir 10 tahun menjerat." (hal. 6)

Beragamnya isu yang diulas mulai dari kematian aktivis HAM Munir, tsunami Aceh, tindak tanduk jurnalis asing di Indonesia, kematian
media massa, kasus Ambalat, kesehatan Soeharto, perburuhan, lumpur Lapindo, reshuffle kabinet, fenomena Tukul Arwana, 'impor' asap ke negeri jiran, Indonesia yang banyak hari liburnya hingga masalah partai politik yang jumlahnya bejibun, menandakan bahwa pendiri Wiloto Corporation ini tidak fanatik dengan isu tertentu.

Dalam tulisan "1/3 Tahun Libur", Cristovita mengkritisi Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 481/2006. SKB tersebut menetapkan 13 hari libur nasional dan enam hari libur sebagai cuti bersama selama tahun 2007.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2006 saja yang tidak ada SKB, hari libur termasuk Sabtu dan Minggu mencapai 119 hari sedangkan total hari kerja 246 hari. Ini sangat berlebihan dan Indonesia sangat dimanjakan dengan banyaknya hari libur.

"...rasanya kita memang perlu instrospeksi. Kapan bangsa kita ini bisa menjadi bangsa yang besar jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia ini kalau kita selalu lebih mementingkan liburan daripada bekerja keras" (hal. 79).

Dalam tulisan berjudul "Tukul vs SBY-JK" Christovita secara menarik membandingkan popularitas Tukul Arwana sebagai host "Empat Mata" Trans7 dan SBY-JK sebagai penguasa Indonesia.

Secara jeli penulis The Power of Public Relations ini mengulasnya lewat manajemen ekspektasi. Orang tidak dapat menyangkal popularitas Tukul dan SBY-JK. Namun popularitas Tukul tidak dibebani ekspektasi dan sebaliknya SBY-JK terus dibanduli ekspektasi masyarakat yang sangat tinggi.

Kenapa bisa begitu? Ini karena Tukul dalam membangun popularitasnya tidak diserta dengan janji-janji melainkan mengalir begitu saja. Bahkan secara ekstrem tukul malah memperlihatkan kebodohanya atau lebih populer ke-kantroan-nya.

Sebaliknya, SBY-JK membangun popularitas lewat janji-janji politik. Rakyat sudah pasti akan kecewa ketika harapannya itu tidak dapat dibuktikan SBY-JK.

Penampilan fisik dan bahasa SBY-JK yang paripurna serta prima yang dikendalikan PR hebat pun tak dapat "menghibur" masyarakat. SBY-JK malah membuat rakyat stres sedangkan Tukul membuat rakyat tertawa. (hal. 180)

Bagi mantan corporate planer di puluhan bank, perusahaan swasta dan Uni Eropa ini, setiap isu yang membuatnya gelisah pantas untuk ditulis. Namun sayang Christovita tidak menjelaskan daftar media massa yang mempublikasikannya.

Media massa yang memuat tulisan ini, penting dicantumkan untuk kebutuhan akademis. Kendati seorang Ulil Abshar Abdala menyebutkan bahwa bunga rampai masuk dalam kategori "buku-bukuan" (bukan buku sebenarnya), tetapi tetap saja menurut penulis apapun yang ditulis penting secara akademis.

Dalam buku Behind Indonesian's Headlines, saya yakin ada data dan isu penting yang suatu saat dapat dikutip, dicamkan dan direnungkan orang. Buku ini juga sekaligus menjadi rekaman peristiwa atau isu pers sepanjang 2003 hingga 2008.
Akhirul kata, bila buku ini dicetak ulang nanti, penulis sarankan kepada penerbit untuk menambah aksen pada backround sampulnya.

Menurut penulis, foto Christovita yang sangat menonjol dengan latar putih tidak menghadirkan makna apa-apa, kecuali foto itu sendiri. Untuk menghadirkan makna semiotik di balik sampul, penulis usul agar sampul dilengkapi latar tipis potongan berita koran, majalah, portal berita, televisi atau radio. Latar itu menurut penulis akan memposisikan konsep dan pemikiran seorang Cristovita. Tabik!

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f