Skip to main content

Alan Greenspan dan Krisis Keuangan Global

Oleh: Yayat R Cipasang, Direktur Eksekutif Institute for Press and Cultural Studies (IPCS) Depok, Jawa Barat


Judul: Alan Greenspan (Sosok di Balik Gejolak Ekonomi Dunia)
Judul Asli: Maestro (Greenspan’s Fed and The American Boom)
Penulis: Bob Woodward
Cetakan: Pertama, Maret 2008
Tebal: xii + 310 halaman
Penerbit: Ufuk Press

“Greenspan layak disebut Maestro karena ia seperti memimpin orkestra tetapi tidak memainkan satu instrumen pun. Ia menentukan suatu kondisi agar para pemain bermain dengan baik, jika mereka ingin bermain baik dan jika mereka mampu.”

DALAM pengamatan saya tiga pekan terakhir ini, pemberitaan (headlines) media lokal maupun asing didominasi krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat. Koran, televisi, beberapa radio lokal serta portal berita mengupas dari berbagai sisi dampak krisis di Amerika tersebut kepada negera-negara lain.

Negara-negara Eropa pun yang relatif setara dengan Amerika sangat merasakan dampaknya. Ini lantaran lembaga keuangan atau korporasi di Eropa juga memiliki tali temali atau keterkaitan jejaring dengan lembaga keuangan di Negeri Abang Sam yang kolaps.

Imbas di Indonesia sudah mulai terasa dengan ditutupnya transaksi di Bursa Efek Jakarta (BEJ), sejak Rabu (8/10), lantaran perdagangan yang anjlok hingga di bawah 10 persen. Presiden Susilo Bambang Yudhyono pun sampai harus meminta informasi mutakhir secara update dari lembaga-lembaga terkait seperti Kadin, Bank Indonesia, BEI dan Kantor Menneg BUMN.

Sebuah koran nasional dalam edisi Minggu (5/10) menulis artikel panjang mengenai krisis keuangan global itu dengan judul “Runtuhnya Reputasi Bank Sentral AS”. Dalam tulisan itu disebutkan Bank Sentral AS (The Federal Reserves atau The Fed) memberikan sumbangsih yang tidak sedikit atas kehancuran ekonomi dengan dipuncaki keruntuhan Lehman Brothers, lembaga keuangan terbesar keempat di Amerika.

Bank Sentral dianggap bersalah karena memberikan pinjaman langsung kepada lembaga-lembaga korporasi AS tanpa jaminan yang setimpal. Parahnya lagi, Bank Sentral memberikan bantuan kepada Lehman Brothers kendati lembaga keuangan tersebut sudah jelas-jelas insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban). Indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) seperti di Indonesia pun disebut-sebut sangat menonjol dalam krisis keuangan ini.

Membaca artikel tersebut saya jadi ingat buku berjudul Alan Greenspan, Sosok di Balik Gejolak Ekonomi Dunia hadiah dari teman-teman Ufuk Press yang belum saya baca tuntas. Dalam buku itu saya jadi sangat paham bahwa krisis keuangan di Amerika adalah bukan sebuah kecelakaan melainkan berulang dan terjadi dalam periode tertentu. Artinya, krisis ini sejatinya dapat diprediksi dan dapat dihindari.

Beranjak dari buku itu, saya pun membayangkan bila Greenspan masih menjabat sebagai Ketua The Fed. Sanggupkah dia menghadang krisis yang kini terjadi di Amerika yang disetarakan dengan Black Thursday pada 1929 akibat spekulasi di pasar modal ketika menyusul industri penyiaran radio dan produksi mobil mulai tumbuh?

Pertanyaan inilah yang membuat saya tambah penasaran untuk melahap habis halaman demi halaman buku yang dalam bahasa Inggris-nya diterbitkan pada 2000 ini. Saat itu Greenspan tengah bergelut dengan krisis keuangan dalam pemerintahan Bill Clinton.

Siapa Greenspan sehingga mendapat julukan Maestro The Fed? Keturunan Yahudi ini ditunjuk menjadi Ketua The Fed pada pemerintahan periode kedua Ronald Reagen dan satu periode dengan George Walker Bush atau sejak 1987 hingga 2006.

Kepiawaian dan keakuratannya dalam membuat kebijakan moneter mengokohkan Greenspan menduduki jabatannya dalam empat pemerintahan (Ronald Reagen, George Bush, Bill Clinton dan George Walker Bush) atau hampir 19 tahun.

Seperti ditulis dalam memoarnya Alan Greenspan: The Age of Turbulence, dua bulan setelah diangkat jadi Ketua The Fed pada 1987, AS diancam krisis ekonomi karena peristiwa Black Monday. Dia dengan tenang menyuntikan kredit kepada berbagai instansi keuangan AS sehingga krisis itu tidak merembet ke dunia lain.

Prestasi lainnya, Greenspan dapat menangkal krisis keuangan akibat bisnis internet dotcom, gelembung pasar sahan tahun 2000, resesi akhir 2000 dan 2002 termasuk peristiwa perselingkuhan Presiden Bill Clinton dengan Monica Lewinsky dan serangan teroris 21 September 2001.

Analisis yang tajam dan akurat dalam kebijakan moneter selalu ditunggu-tunggu pers dan pasar. Dari sinilah lahir joke di kalangan pasar dunia, suara batuk Greenspan pun bisa memengaruhi gejolak ekonomi dunia.

Pada saat Asia dilanda krisis ekonomi (1998), pria kelahiran 6 Maret 1926 ini termasuk yang mendesak Parlemen AS untuk mengabulkan permintaan pemerintahan Clinton melakukan penambahan duit ke Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai pinjaman, termasuk untuk Indonesia.

Namun, bukan berarti selama menjabat Ketua The Fed, Greenspan terus menerus mendapat sanjungan. Beberapa kali ia mendapat caci maki dari pengamat ekonomi serta pers dan bahkan tudingan, termasuk dari George Bush.

Dalam sebuah wawancara dengan sebuah televisi, mantan Presiden Bush menuding bahwa kebijakan Greenpan menjadi penyebab kekalahannya dalam pemilihan presiden untuk periode kedua jabatannya pada 1992.

“Saya kira jika suku bunga turun lebih dramatis maka saya akan terpilih kembali menjadi presiden karena pemulihan ekonomi akan tampak cerah,” kata Bush seraya menambahkan dengan semangat,” saya menunjuk dia lagi tetapi dia justru mengecewakan saya.” (hal. 233)

Tetapi sebaliknya dengan Presiden Clinton. Presiden dari Partai Demokrat ini menyatakan, dalam setiap kasus, satu jam bersama Greenspan selalu bermanfaat dan tambah ilmu.

Ini sesuai dengan wejangan Greenspan kepada setiap Presiden AS selama empat periode jabatannya sebagai Ketua The Fed: “Anda belajar banyak ketika segala sesuatu tidak sesuai dengan yang diperkirakan.”

Buku setebal 310 halaman ini sangat aktual dengan kondisi perekonomian Amerika yang tergunjang dan merembet hingga ke Indonesia ini. Intrik, kecurangan, intervensi, saling menyalahkan dan ketakutan sangat menonjol dalam buku ini.

Para pengambil kebijakan di pemerintahan, pelaku ekonomi, pengamat ekonomi dan siapa saja bisa belajar dari seorang Greenspan. Ia sempat ragu, khawatir dan keliru dalam mengambil kebijakan. Tapi ia beberapa kali selalu menekankan bahwa, menjaga kepala tetap dingin adalah sangat penting bagi The Fed.[]

Comments

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f