Skip to main content

Pemuda Katolik Tak Rela Yesus Disamakan dengan Soeharto

Laporan: M Hendry Ginting

Jakarta, myRMnews. Ilustrasi cover Tempo yang menggambarkan Soeharto beserta enam anaknya, yang mirip dengan lukisan Leonardo Da Vinci menuai kecaman.

Ketua Umum Pemuda Katolik, Natalis Situmorang kepada myRMnews, siang ini (Selasa, 5/2) menuturkan buat umat Kristen, perjamuan kudus itu maknanya sangat suci, karena perjamuan kudus itu merupakan perjamuan terakhir dengan murid-muridnya, sebelum Yesus disalib di bukit Golgota.

“Makanya, perjamuan kudus itu akan selalu kami kenang dan tidak akan lepas dari iman kami,“ katanya.

Ia menyayangkan mengapa redaksi Majalah Tempo dengan gegabah dan seenaknya saja mengambil lukisan perjamuan kudus dan menggantikan Yesus dengan Soeharto dan murid-muridnya dengan anak-anaknya.

Wajar saja, kata Natalis, umat Kristen tersinggung, karena Soeharto, sebelum wafat tengah menghadapi tuntutan hukum atas kasus dugaan korupsi dari yayasan-yayasan yang didirikannya, eh malah disamakan dengan Yesus.

Tidak itu saja, dalam mengambil ilustrasi tersebut, menurutnya, majalah Tempo sembrono karena mengutip insiprasi dari Perjamuan Terakhir karya Leonardo Da Vinci yang juga pernah ditafsirkan lagi oleh Dan Brown yang kemudian ditentang Vatikan.

“Kenapa malah majalah Tempo menggunakannya lagi dengan merubah Yesus dengan Soeharto,” ujar Natalis.

Menanggapi pemuatan cover tersebut, Pemuda Katolik, hari ini akan mereka akan mendatangi kantor redaksi majalah Tempo. Kepada pihak pengelola majalah, kata Natalis, pihaknya akan meminta penjelasan apa yang mendasari mereka masang cover seperti itu.

Selain itu, Pemuda Katolik juga akan meminta penjelasan Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap cover tersebut, apakah sebuah karya jurnalistik atau tidak.

Kalau Dewan Pers dan KPI menyatakan sebagai karya jurnalis, hal itu katanya bisa dipahami. Tapi, sebagai seorang jurnalis, apapun referensi yang dipakai seharusnya akurat, dan tidak memancing sentimen agama, apalagi mengambil sesuatu yang sudah ditentang oleh Vatikan.

Oleh karena itu, jalan tengahnya menurut Natalis, pihak majalah Tempo harus menyampaikan permintaan maaf atas pemuatan ilustrasi yang menyakitkan perasaan umat Kristen, lewat media massa Ibukota. dry

Comments

  1. Anonymous11:18 PM

    Sebenarnya sudah tidak ada masalah antara Majalah Tempo dengan umat Katholik. Masalahnya cuma ada yang ngomporin dari segelintir oknum pengurus KWI — kabarnya tergabung dengan paguyuban wartawan Katolik — yang menjadi humas eksternal PT Asian Agri Group (anak perusahaan Raja Garuda Mas/RGM, yang kini sedang bersengketa dengan Majalah Tempo) yang membesar-besarkan masalah ini.

    Oleh sebab itu, sangat bijaksana jika KWI, paguyuban wartawan katolik dan Majalah Tempo mencari tahu siapa yang mengambil untung dalam persoalan ini sekaligus menghimbau untuk menyetop masalah yang bisa menjadi SARA ini. Kita juga heran, untuk persoalan kecil seperti ini kok ummat Katolik bisa beringas seperti laskar Front Pembela Islam (FPI) ?

    ReplyDelete

Post a Comment

Anda Berkomentar Maka Saya Ada

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f