Skip to main content

Drama Kehidupan Seorang Frida Kahlo

Judul Buku : Frida
Judul Asli : A Novel Based on the Life of Frida Kahlo
Penulis : Barbara Mujica
Penerjemah : Nuraini Juliastuti
Penerbit : Bentang, Jogjakarta
Cetakan : Pertama, 2004
Tebal : xxi + 795 Halaman

SUDAH banyak biografi yang mengungkap kehidupan kontroversial icon Meksiko, Frida Kahlo (1907-1954). Pelukis beraliran surealisme ini selalu menarik untuk dibukukan dan bahkan dibuat film dengan judul Frida (2000) dengan bintang Hollywood Salma Hayek yang juga simbol kecantikan Meksiko.

Namun, biografi yang ditulis umumnya hampir seragam dan datar: mengenai dokumentasi hidup. Karena itu, kehadiran novel biografis A Novel Based on the Life of Frida Kahlo yang ditulis Profesor Barbara Mujica dari Georgetown University ini, cerita tentang Frida Kahlo menjadi lain, lebih menarik, emosional dan hidup.

Barbara Mujica mengolah kisah perjalanan hidup Frida Kahlo menjadi suatu racikan yang unik. Disebut unik karena sosok Frida Kahlo tidak ditampilkan secara biasa tetapi hadir melalui perantara tatapan adik termudanya, Cristina Kahlo. (hal. viii)

Keunikan lainnya, novel karya Mujica ini adalah fiksi kendati dibuat berdasarkan wawancara, riset pustaka dan menganalisis beberapa lukisan Frida Kahlo. Begitu juga surat-surat Frida Kahlo kepada Cristina Kahlo adalah khayalan belaka penulisnya.

Kehidupan Frida Kahlo adalah ramuan antara ego dan tragedi. Sejak di sekolah dasar Frida adalah jiwa yang gelisah dan pemberontak. Frida Kahlo kecil adalah sosok yang ingin selalu diperhatikan dan ingin lebih dari yang lain.

Tragisnya, Frida Kahlo mengidap polio di usia 6 tahun dan kaki sebelah kiri gadis ini mengecil hingga hayatnya. Pada usia 18 tahun ia mengalami kecelakaan bus, sehingga cedera menerjang sebagian besar tubuhnya. Tulang leher, tulang belakang, tulang selangkang Frida Kahlo pun patah.

Musibah yang terakhir itu, mengharuskan Frida Kahlo beristirahat total di tempat pembaringan. Belakangan, bakat melukisnya terlihat sejak tubuhnya yang ringkih harus berbaring di tempat tidur.

Kehidupan Frida tambah berwarna setelah bergaul dengan pelukis dinding atau muralis kenamaan Meksiko Dieo Rivera yang umurnya sangat terpaut jauh. Dari hasil pergaulannya itu secara ideologi Frida Kahlo terpengaruh dan akhirnya menjadi Komunis. Sedangkan secara kreatifitas Frida tetap bersikukuh dengan alirannya potret diri surealis.

Setelah lama bergaul akhirnya Frida menikah dengan Dieogo Rivera. Pernikahan ini awalnya bahagia. Namun, belakangan pernikahan itu menjadi neraka karena Diego Rivera adalah bukan tipe laki-laki yang setia pada satu pasangan. Setiap perempuan yang dekat dengannya pasti ditiduri.

Frida sempat bercerai dengan Diego Rivera namun akhirnya kembali bersatu di saat-saat Frida mencapai puncak dan disaat penyakit menahun akibat kecelakaan bus pada usia remaja semakin menggerogoti tubuhnya.

Salutnya, di tengah penderitaan itu Frida Kahlo masih terus menciptakan karya terbaiknya dan dengan dukungan suaminya menggelar pameran terbesar di New York, Amerika Serikat.

Dalam novel ini Mujica tidak memberikan bukti Frida Kahlo bunuh diri dan biseksual. Tidak ada bukti juga Cristina Kahlo yang berselingkuh dengan Diego Rivera ikut membunuh Frida Kahlo. Malah Cristina adalah adiknya yang paling setia menunggu Frida Kahlo hingga meregang nyawa.[]

Jakarta, 17 Januari 2005

Comments

  1. punten kang,
    boleh kopi gambar sampul bukunya ya,
    saya pasang di review buku di friendster.
    makasih banyak sebelumnya *hehe..ambil duluan, ijin belakangan*

    ReplyDelete

Post a Comment

Anda Berkomentar Maka Saya Ada

Popular posts from this blog

Anggota Dewan (Memang) Sontoloyo!

ANDA masih ingat kasus anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Max Moein yang diduga terlibat mesum dengan sekretaris pribadinya, Desi Fridiyanti. Belakangan Desi yang mengaku sudah tidak perawan lagi ini dipecat Max. Desi melalui LBH pembela kaum perempuan meminta pertanggungjawaban anggota DPR yang sebelumnya lebih dikenal berkarier dalam dunia periklanan ini. Foto Max juga beredar di internet tengah memeluk seorang perempuan tanpa baju. Dalam foto lain, Max tengah tidur pulas "kelelahan" dan di sampingnya seorang perempuan telentang sambil berpaling ke arah Max. Untuk menguji dua foto tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPR dengan tujuan mencari "kebenaran" meminta pendapat ahli telematika Roy Suryo dan kedua foto panas tersebut diuji di Laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya? Hanya anggota BK DPR yang tahu. Tapi daripada Anda meminta anggota BK untuk segera mengumumkan keputusan final atas perilaku anggota Dewan yang memang masuk kategori

Pak tua bijak di stasiun Depok Lama

TIGA hari belakangan ini, setiap sore hujan mengguyur Jakarta dan sekitarnya. Sangat deras sembari disoraki petir dan digoyang-goyang angin ribut. Sunggguh tersiksa setiap pulang kerja (kayak orang kantoran saja). Baju kuyup seperti perawan India jatuh cinta sambil mengitari pohon. Tubuh tambah menggigil disemprot kipas angin kereta bekas dari Jepang. Saya sejatinya paling tak tega bila ada ibu-ibu termasuk juga perempuan cantik di kereta nggak dikasih tempat duduk. Kali ini saya sangat tega dengan mengeksploitasi kedinginan. Saya memilih bergeming. Sekali-kali saya tidak berbuat baik, boleh kan? Nggak jahat kan? Saya juga tak mau dicap zalim kepada diri sendiri. Sumpah karena kondisi saya sangat kedingininan. Tuhan pasti tahu, batin saya. Perjalanan dari Stasiun Palmerah sampai Stasiun Depok Lama selayaknya perjalanan panjang dari Stasiun Gambir berakhir di Stasiun Tugu. Lama. Gelisah. Galau juga. Turun di Stasiun Depok Lama seperti orang kutub menemukan sinar matahari. Se

Kereta Jepang nularin maniak seks?

ADAKAH yang pernah melihat seorang perempuan cantik dan lumayan seksi uring-uringan atau marah-marah karena merasa dilecehkan di kereta commuterline terutama pada jam-jam sibuk? Kalau tidak berarti kamu bukan anker (anak kereta) atau KRL mania. Jam padat, pada pagi hari atau petang adalah saatnya para maniak seks beroperasi. Sasarannya perempuan kantoran yang roknya lumayan mini dan tentu saja bahenol nerkom alias bohay pisan. Bukan yang (maaf) tepos mutlak. Kadang begitulah pantat tepos juga masih ada untungnya. Bagi saya yang normal, apa enaknya ya gesek-gesek pantat orang. Tapi itulah kehidupan di dunia. Bagi kita yang normal kelakuan primitif mereka aneh. Tapi sebaliknya bagi mereka yang suka gesek-gesek pantat orang, perilaku orang normal yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan memuaskan berahinya di tengah impitan dan dempetan penumpang justru dianggap abnormal. Gelo sia! Saya mengira perbuatan gesek-menggesek bahkan meremas-remas pantat orang di kereta itu hanya ada di f